Pakai Perahu Listrik, Nelayan di Bali Makin Irit

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 09 Okt 2025 08:50 WIB
Perahu Nelayan/Foto: Achmad Dwi
Bali -

Pemakaian mesin listrik untuk perahu membuat pengeluaran nelayan berkurang drastis. Apalagi, listrik yang digunakan berasal panel surya yang kemudian disimpan dalam baterai.

Di Desa Kelan, Kabupaten Badung, Bali, PT Pertamina International Shipping menyalurkan 5 mesin listrik untuk perahu nelayan. Penyaluran mesin ini merupakan bagian dari program tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) dengan nama Desa Energi Berdikari (DEB) Keluarga Nelayan Lestari (Kenali). Pada program ini, Azura Indonesia juga dilibatkan sebagai pengembang mesin listrik nelayan.

CEO dan Co-Founder Azura Indonesia, Nadea Nabilla Putri mengatakan, dengan memanfaatkan mesin ini nelayan bisa menghemat pengeluaran hingga 70% dibanding menggunakan BBM saat berlayar. Dia bilang, pengeluaran nelayan saat menggunakan BBM sekitar Rp 150 ribu. Sementara, ketika menggunakan mesin listrik hanya sekitar Rp 50 ribu.

"Karena cost-nya mereka beli minyaknya Rp 150 ribu, (jadi) cuma Rp 50 ribu. Listrik Rp 10 ribu, makan, rokok, kopi, umpan. Jadi kerasa kayak nggak bayar apa-apa," katanya di Desa Kelan, Badung, Bali, Rabu (8/10/2025).

Mesin perahu listrik PIS Foto: Achmad Dwi

Terangnya, nelayan setidaknya membutuhkan 5 liter BBM untuk sekali berlayar. Jika harga per liternya di pedagang eceran Rp 12.000, maka nelayan harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 60 ribu khusus untuk BBM.

Sementara, jika menggunakan baterai, nelayan cukup mengeluarkan biaya sekitar Rp 8.000 untuk mengisi listrik. Apalagi, jika listrik tersebut berasal dari panel surya yang didukung oleh PIS. Nelayan tak perlu mengeluarkan biaya untuk mengisi listrik baterai.

"Kayak yang di-support sama PIS, berarti kan gratis. Yang disupport sama PIS, sekali nge-charge bisa 2 koper (baterai) sekaligus. 2 koper, nanti tinggal gantian, gantian, gantian," ungkapnya.

Mesin ini pun didesain aman dari air. Dia mengatakan, mesin ini juga dilengkapi tombol pengaman ketika mesin bermasalah.

"Sebenarnya kita sudah mendesain biar aman. Karena itu kalau Mas lihat ada button warna merah, itu sebenarnya quick stop. In case ada apa-apa, puter warna merah, all off," imbuhnya.

Sementara, Manager Corporate Social Responsibility PT Pertamina International Shipping, Alih Istik Wahyuni menerangkan, selain dari sisi biaya, penggunaan mesin listrik ini juga memberikan dampak berupa pengurangan emisi.

"Kemudian dari sisi emisi karbonnya itu juga sangat berkurang drastis lebih dari 78%. Kenapa? Karena kita lingkup itu sudah, siklusnya itu udah tertutup gitu ya. Jadi meskipun mesinnya itu bertenaga listrik tapi tidak dicharge di listrik rumah tangga biasa. Tetapi sudah menggunakan pengisian dayanya juga yang bertenaga surya. Jadi hampir 0% tentunya gitu. Makanya pengurangannya bisa sangat jauh," ujarnya.

Di samping itu, penggunaan mesin listrik ini juga mendukung pengembangan wisata di wilayah tersebut. Hal ini juga sebagai alasan pemilihan Desa Kelan sebagai lokasi TJSL mengingat wilayah ini memiliki potensi yang besar.

"Jadi gini, kita kan melihat bahwa lingkungan sini sebetulnya memiliki potensi yang besar, yaitu berupa mangrove. Nah, salah satu keunggulan dari mesin berenergi listrik ini kan dia suaranya tidak berisik. Ngerasa ini kan tadi ya, dibandingkan kalau kita naik kapal yang mesin BBM itu, cukup hening," terangnya.

"Nah, mesin jenis ini itu sangat cocok untuk wisata, baik wisata mangrove ataupun wisata birdwatching gitu. Karena dia tidak berisik, sehingga tidak menakuti burung ataupun fauna-fauna yang mau kita lihat sepanjang wisata susur mangrove itu," sambungnya.




(acd/acd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork