BBM Beretanol Jadi Solusi Hijau, Kurangi Impor dan Polusi Udara

Inkana Putri - detikFinance
Selasa, 28 Okt 2025 15:25 WIB
Foto: Freepik
Jakarta -

Indonesia tengah melangkah menuju era baru kemandirian energi. Bahan bakar nabati seperti etanol menjadi bagian penting dari solusi nasional mengurangi ketergantungan pada impor minyak dan memperkuat ketahanan energi.

Melalui kebijakan pencampuran etanol 10 persen (E10) dalam bahan bakar minyak (BBM), pemerintah tidak hanya berfokus pada diversifikasi energi, tetapi juga pada misi besar menciptakan ekonomi hijau yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus mempercepat penerapan E10 sebagai strategi transisi energi nasional. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, kebijakan ini disiapkan dengan perencanaan matang dan akan dipelajari langsung melalui kerja sama dengan Brasil - negara yang terbukti sukses mengelola bahan bakar etanol.

"Karena ini sesuatu yang baru, maka tim saya akan kirim ke Brasil untuk bertukar pandangan dengan beberapa pakarnya di sana dan mereka juga akan ke sini. Tetapi di B40 ke B50 itu kita yang cepat," ujar Bahlil, dikutip dari CNBC Indonesia, Selasa (28/10/2025).

Langkah ini tidak muncul tiba-tiba. Menurut Presiden Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Sumatera Utara, Fahrozi, kebijakan BBM beretanol sudah memiliki dasar hukum yang kuat sejak lebih dari satu dekade lalu.

"Jejak regulasinya telah jelas, mulai dari Permen ESDM Nomor 32 Tahun 2008, diperkuat pada Permen ESDM Nomor 12 Tahun 2015, hingga Keputusan Dirjen Migas. Secara hukum, kebijakan ini telah matang melalui proses pertimbangan panjang, bukan keputusan yang terburu-buru," ungkap Fahrozi.

Fahrozi menilai keberhasilan program Biodiesel B35 yang kini dikembangkan ke B40 menjadi bukti bahwa tantangan teknis dan infrastruktur bisa diatasi lewat komitmen nasional. Ia menegaskan, kebijakan etanol 10 persen dapat membawa manfaat serupa dalam menekan impor bensin dan memperkuat ketahanan energi nasional.

"Di tengah ketatnya persaingan geopolitik dan volatilitas harga minyak dunia, ketergantungan impor energi adalah lubang keamanan nasional yang berbahaya. Setiap penundaan dalam diversifikasi energi adalah pengorbanan kedaulatan bangsa di masa depan," tegasnya.

Dari sisi lingkungan, Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyebut penggunaan etanol dapat menurunkan kadar sulfur dalam BBM yang menjadi penyumbang utama polusi udara di kota besar.

"Etanol berasal dari tumbuhan seperti tebu atau jagung, sehingga lebih ramah lingkungan dibanding bahan bakar fosil murni. Dengan mencampurkan etanol, emisi gas buang kendaraan bisa berkurang dan kualitas udara meningkat," ujarnya.

Hal senada disampaikan pemerhati otomotif Sunny Boy Hutabarat yang menilai penggunaan bahan bakar beretanol adalah babak baru otomotif Indonesia menuju energi hijau.

"Dari kacamata pemerhati, pecinta otomotif, dan pereli, saya melihat kebijakan ini sebagai transformasi yang baik. Kita selalu dituntut menuju green energy demi masa depan yang lebih baik bagi lingkungan," katanya.

Secara teknis, Sunny menjelaskan etanol memiliki kandungan oksigen tinggi yang membuat pembakaran lebih bersih dan efisien.

"Pembakarannya lebih bersih. Kalau pembakaran lebih bersih, otomatis emisi karbon dari kendaraan juga menurun. Transformasi energi ini harus kita dukung. Jangan lihat etanol sebagai ancaman, tapi sebagai solusi masa depan energi Indonesia," tegasnya.

Sementara itu, Pj. Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Roberth MV Dumatubun, menambahkan bahwa penerapan etanol tak hanya berdampak positif bagi lingkungan, tetapi juga ekonomi masyarakat.

"Implementasi ini terbukti berhasil mengurangi emisi gas buang, menekan ketergantungan pada bahan bakar fosil, serta mendukung peningkatan perekonomian masyarakat lokal melalui pemanfaatan bahan baku pertanian," ujarnya.

Fahrozi pun menutup dengan menegaskan peran strategis Pertamina dalam menjaga ketahanan energi nasional.

"Pertamina hadir bukan sebagai pesaing yang mematikan, melainkan sebagai tulang punggung dan aset kebangsaan. Seluruh keuntungan yang diperoleh akan kembali kepada negara untuk membiayai pembangunan, termasuk subsidi energi untuk masyarakat," pungkasnya.

Kebijakan BBM beretanol 10 persen (E10) bukan sekadar inovasi teknis, tetapi bagian dari strategi besar Indonesia menuju kemandirian energi dan ekonomi hijau. Dengan sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat, langkah ini diharapkan memperkuat ketahanan energi nasional, membuka peluang ekonomi baru di sektor pertanian, serta menurunkan emisi karbon secara signifikan.

Etanol menjadi simbol bahwa transformasi energi Indonesia bukan lagi wacana, melainkan komitmen nyata menuju masa depan yang lebih bersih, mandiri, dan berkelanjutan.

Tonton juga video "Bahlil Beri Bocoran SPBU Swasta Deal Beli BBM dari Pertamina" di sini:




(ega/ega)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork