Harga Bitcoin sudah tembus Rp 800 jutaan. Buat yang mau beli gimana ya? Apakah harus punya uang Rp 800 juta dulu? Tentu tidak. Bitcoin bisa bisa dibeli dengan hanya modal Rp 10.000 saja lho.
"Pemula bisa mencoba trading dengan modal Rp 10.000 saja. Karena bitcoin di Indodax bisa dijual dengan pecahan desimal hingga pecahan terkecil dari Rp 10.000," kata Oscar.
Namun jangan buru-buru beli, pahami dulu seluk beluk Bitcoin itu seperti apa. Paling penting adalah pahami risikonya karena uang kripto ini termasuk aset yang bisa tiba-tiba naik dalam sekejap, dan anjlok tiba-tiba juga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, kata Oscar, pahami dulu dari sisi teknologinya, aktivitas market dan lain-lain. Setelah itu pahami regulasinya, karena uang kripto tidak terikat dengan ketentuan bank sentral.
Harga Bitcoin atau mata uang kripto lainnya tidak ditentukan suatu negara atau pemerintah sehingga naik atau turun bebas sesuai mekanisme pasar.
Jadi cryptocurrency ini pergerakannya lebih fluktuatif, risikonya lebih besar, tapi untungnya juga besar. High risk high return.
Oscar juga mengingatkan masyarakat menggunakan uang menganggur atau uang dingin untuk membeli uang kripto. Setelah itu, pilih perusahaan yang berperan sebagai pedagang aset kripto yang sudah terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Uang Kripto vs Valuta Asing vs Saham.
Lonjakan harga Bitcoin tentu membuat banyak orang penasaran. Sejauh mana risiko untuk berinvestasi di sana, dan bagaimana jika dibandingkan dengan investasi di valuta asing (valas).
Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono punya pendapat trading valas lebih aman ketimbang Bitcoin atau mata uang kripto lainnya. Pasalnya, valas ada kendali dari bank sentral masing-masing negara.
"Uang sebenarnya lebih aman daripada emas atau Bitcoin. Dalam teknik trading-nya, emas bisa terbang gila-gilaan juga loh, atau bisa anjlok gila-gilaan juga, tapi tidak separah Bitcoin," kata Wahyu.
Wahyu menambahkan, jika memang mau masuk ke investasi Bitcoin sebaiknya dilakukan untuk jangka panjang, bukan trading harian. Alasannya, naik-turunnya Bitcoin dalam jangka pendek sangat luar biasa, namun jika dilihat jangka panjang bisa naik cukup tinggi.
Wahyu juga memberi tips jangan sampai investasi kita disimpan di satu wadah karena risikonya sangat tinggi. Investasi sebaiknya dipecah-pecah ke beberapa instrumen supaya lebih aman.
"Misalnya kita punya aset emas, lalu juga Bitcoin, salah satu naik dan salah satu turun, itu yang dimaksud dengan don't put your eggs in one basket. Dan itu wajar saja. Artinya, ini sebagai salah satu diversifikasi aset," kata Wahyu.
Sementara itu Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Hasan Fawzi mengatakan kemudahan teknologi membuat jumlah investor ritel saham di Indonesia naik tinggi. Jumlahnya sekarang mencapai 1,69 juta investor dari sebelumnya 1,1 juta, ada kenaikan 56%.
"Ini memang tidak terlepas dari aplikasi (jual-beli saham) yang memberi kemudahan. Ditambah lagi dengan media sosial sehingga membuat begitu mudahnya mereka mendapatkan informasi dan sarana pembelajaran dari mana saja. Dari YouTube, Instagram, Twitter, hingga Facebook," kata Hasan.
Apalagi, kata Hasan, para investor bari ini rata-rata punya banyak waktu untuk belajar hal baru di tengah pandemi. Selain punya waktu, ada uang juga.
Uang yang biasanya dipakai untuk melancong, belanja pakaian baru, dan lain-lain sekarang kan jadi utuh gara-gara pandemi. Akhirnya mereka mencari cara baru untuk menyimpang uangnya tersebut, dan banyak yang masuk ke pasar modal dan aset kripto.
Jika dibandingkan dengan investasi saham, uang kripto risikonya jauh lebih tinggi. Pergerakan harian uang kripto jauh lebih liar dibandingkan saham.
"Kripto bisa jadi alternatif investasi, ini sudah terbuka dan tersedia walaupun di luar jangkauan pasar modal. Kalau profil risikonya cocok silakan saja, dikembalikan kepada strategi dan rencana keuangan masing-masing," kata Hasan.
Seperti berinvestasi saham, ada baiknya berinvestasi uang kripto juga investor mengedukasi dirinya terlebih dahulu. Pahami risikonya jangan cuma cuannya.
"Di pasar modal ada potensi menguntungkan tapi tidak menutup kemungkinan ada kerugian juga, apalagi di kripto, risikonya jauh lebih tinggi. Tentu harus pahami dulu, apakah sudah yakin mau pilih yang mana," tambah Hasan.
Hasan juga mewanti-wanti jangan cuma melihat para pom-pom saham yang cuma posting di medsos ketika cuan saja. Padahal para influencer saham tersebut juga pasti pernah mengalami kerugian, hanya saja kerugiannya tidak diunggah ke medsos.
(ang/hns)