Mata uang kripto atau cryptocurrency termasuk Bitcoin terus merosot dalam dua bulan terakhir. Volume perdagangan di bursa terbesar termasuk Coinbase, Kraken, Binance dan Bitstamp, turun lebih dari 40% pada bulan Juni.
Dilansir dari CNBC, Selasa (13/7/2021), harga Bitcoin mencapai titik terendah pada Juni US$ 28.908 atau setara Rp 416,2 juta (kurs Rp 14.400/US$). Volume harian maksimum US$ 138,2 miliar pada 22 Juni, turun 42,3% dari tertinggi di bulan Mei.
"Tindakan keras China telah menyebabkan banyak ketakutan, yang muncul di pasar," kata Kepala Investasi di Pervalle Global, Teddy Vallee.
Faktor di balik perlambatan harga Bitcoin pada akhir Juni dikarenakan China memerintahkan penghentian mata uang kripto karena ingin meluncurkan mata uang digitalnya sendiri. Hal itu membuat operasi penambangan di berbagai provinsi di sana ditutup.
Direktur Strategi Aset Digital di VanEck, Gabor Gurbacs menyebut jika penambang meninggalkan China, mereka tidak banyak bertransaksi dengan Bitcoin yang telah mereka tambang.
"Akhirnya, ini mengakibatkan volume perdagangan Bitcoin turun hampir setengahnya sejak puncaknya, dan turun lebih jauh 32% dari rata-rata bulan Juni," kata Analis Riset untuk platform analisis sentimen kripto, Nick Mancini.
Gurbacs juga mengatakan bahwa musim panas menjadi penyebab harga Bitcoin lebih rendah, bahkan dalam ekuitas. Kemungkinan investor masih merasakan sakit tahun ini karena pasar kripto telah kehilangan begitu banyak nilainya.
Terlebih tahun ini harga Bitcoin naik setinggi US$ 60.000 dan eter setinggi US$ 4.000, yang membawa banyak minat dan investor baru ke mata uang kripto. Hal ini membuat banyak orang baru berinvestasi di puncak, langsung kehilangan uangnya.
"Ketika cryptocurrency mencapai titik tertinggi sepanjang masa tahun ini, banyak orang berinvestasi dan banyak orang baru berinvestasi, dan mereka kehilangan uang, setengah pasar hilang," tuturnya.
Baca juga: Elon Musk Terancam Denda Rp 28 T, Kok Bisa? |
(aid/fdl)