Kripto Jadi Solusi di tengah Tutupnya Bank
Bagi banyak orang Afghanistan, minggu ini telah mengungkap skenario terburuk untuk negara yang berjalan di jalur keuangan warisan. Warga menghadapi kekurangan uang tunai nasional, perbatasan tertutup, mata uang yang jatuh, dan harga barang-barang pokok yang naik dengan cepat.
Banyak bank terpaksa menutup pintu mereka setelah kehabisan uang tunai minggu ini. Foto-foto yang menampilkan ratusan warga Kabul berkerumun di luar cabang dalam upaya sia-sia untuk menarik uang dari rekening mereka menjadi viral.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski bisa jadi jalan keluar dari keterbatasan pasokan uang tunai, tapi penggunaan uang tunai di Afganistan masih sulit diukur. Pasalnya, orang-orang Afganistan secara aktif berusaha menyembunyikan siapa mereka sebenarnya.
Beberapa warga Afghanistan, misalnya, akan menyembunyikan alamat IP mereka dengan menggunakan jaringan pribadi virtual, atau VPN, untuk menutupi jejak digital geografis mereka.
Dan tidak seperti banyak pendukung kripto yang cenderung vokal dan didorong oleh komunitas, pendukung mata uang digital di Afghanistan sering tidak ingin orang lain tahu bahwa mereka ada.
"Komunitas kripto di Afghanistan sangat kecil. Mereka sebenarnya tidak ingin bertemu satu sama lain. Mungkin itu bisa berubah jika situasi politik menjadi normal, tetapi untuk saat ini, semua orang hanya ingin tetap bersembunyi sampai semuanya baik-baik saja," kata Hotak
Namun, penelitian baru dari perusahaan data blockchain Chainalysis menawarkan optik baru pada jaringan crypto peer-to-peer (P2P) negara yang tampaknya sedang berkembang, yang semakin menjadi metrik adopsi yang paling jitu di Afghanistan.
Hotak, serta teman-temannya, menggunakan pertukaran P2P Binance, yang memungkinkan mereka untuk membeli dan menjual koin mereka secara langsung dengan pengguna lain di platform.
Bagaimana penelitian mengungkap kebangkitan uang kripto di negara yang dilanda krisis tersebut? Buka halaman selanjutnya.