Kripto Tak Bisa Jadi Alat Tukar, Apa Kabar Rencana BI Bikin Rupiah Digital?

Kripto Tak Bisa Jadi Alat Tukar, Apa Kabar Rencana BI Bikin Rupiah Digital?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Jumat, 26 Nov 2021 06:20 WIB
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan lagi suku bunga acuannya. Kini BI 7 Days Repo Rate turun jadi 5,5%.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Belakangan ini aset kripto menarik perhatian publik. Di luar negeri, aset ini sering juga dijadikan sebagai alat tukar. Namun di Indonesia, kripto dilarang untuk digunakan sebagai alat transaksi.

Bahkan, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pun menegaskan pihaknya tidak bisa ikut terjun untuk mengatur dan mengawasi aset kripto di Indonesia. Pasalnya, kripto tidak memiliki dasar aset yang tidak jelas.

Perry mengatakan valuasinya pun tidak bisa diukur, maka dari itu dia mengatakan pihaknya tak bisa melakukan apapun soal maraknya transaksi kripto di Indonesia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Aset kripto adalah masalah dunia, karena tentu saja ini perdagangan dunia. Tapi, kita ini tidak ada yang tahu siapa yang pegang supply, meskipun demand-nya kan dunia. Kita juga tidak bisa valuasi seperti apa, kita juga tidak tahu," ungkap Perry dalam rapat komisi XI DPR RI, Kamis (25/11/2021).

"Tentu saja kami tidak bisa bergerak di luar kewenangan kami," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Hal ini diungkapkan Perry saat ditanya anggota Komisi XI DPR RI Eriko Sotarduga perihal peran BI dalam transaksi kripto yang mulai marak di masyarakat. Dia mempertanyakan selama ini BI seperti diam saja melihat transaksi kripto yang terjadi, padahal risikonya tinggi.

"Sekarang ini kan nggak tren kalau nggak main kripto, cuma saya belum lihat ini pak gubernur ini baik dari IT-nya, pengawasannya gimana? Ini tetap aja abu-abu betul, jangan ini nanti meledak," ungkap Eriko.

"Setiap saya ketemu generasi Y dan Z ini nggak ada yang nggak main kripto. Ekspektasi ini tinggi sekali," lanjutnya.

Eriko pun meminta komitmen BI untuk ikut mengawasi dan mengatur soal transaksi kripto. "Nggak boleh dibiarkan begitu aja ini pak," pungkasnya.

Kembali ke Perry, dia kembali menegaskan bahwa kripto bukan alat pembayaran yang sah, kripto dilarang untuk digunakan sebagai alat tukar. Bahkan, dia mengatakan seluruh lembaga yang memiliki izin BI dilarang melayani transaksi dengan kripto.

"Yang jelas statement kami kripto bukan alat pembayaran yang sah dan kami sudah larang seluruh lembaga yang mendapatkan izin dari BI untuk melayani kripto. Tidak melayani ini. Kami terjunkan pengawas," ungkap Perry.

Rencana rupiah digital di halaman berikutnya.

Lihat juga Video: Ssstt.. Ini Rahasia Biar NFT Laku Keras di Pasaran

[Gambas:Video 20detik]




Sejauh ini memang kripto hanya dianggap sebagai komoditas di Indonesia. Pengaturan soal kripto pun dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, tepatnya Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Sifatnya kripto sebagai aset dan diperdagangkan bukan untuk alat tukar.

Soal alat tukar yang bentuknya digital, Perry mengaku BI sudah bergerak untuk membesutnya. Pihaknya sedang mempersiapkan bentuk mata uang rupiah digital dengan sistem Central Bank Digital Currency (CDBC).

"Kami tidak bisa bergerak di luar kewenangan kami (untuk awasi kripto). Tapi kami nggak mau tinggal diam, kami percepat proses penerbitan rupiah digital. Ini sedang kami siapkan, insyaallah tahun depan kami bisa presentasikan konsep role design-nya," ungkap Perry.

Perry mengatakan ada tiga prasyarat agar rupiah digital bisa dibuat. Syarat yang pertama adalah konsep desain yang sedang dibesut pihaknya. Syarat yang kedua adalah pembentukan infrastruktur sistem pembayarannya. Hal ini pun sudah mulai direalisasikan oleh BI.

"Ini sedang kita proses, digital rupiah bisa dikeluarkan kalau infrastruktur sistem pembayaran dan pasar uang itu saling tersambung. Makanya ini sedang kami bangun, kenapa kami bangun BI Fast, dan sistem lainnya, ini supaya RTGS ini menjadi tempat distribusinya," papar Perry.

Berlanjut ke syarat yang ketiga, yaitu pemilihan teknologi atau platform yang melandasi rupiah digital. Dia bilang pihaknya masih menimbang platform apa yang bakal digunakan untuk rupiah digital.

Sejauh ini ada tiga jenis yang sedang jadi pertimbangan mulai dari blockchain, distributed ledger technology (DLT), ataupun stable coin. "Persyaratan ketiga adalah platform teknologinya yang akan dipilih. Apakah blockchain, DLT, atau stable coin," ujar Perry.

Masalah pemilihan platform ini juga menurut Perry masih jadi masalah banyak bank sentral di dunia yang ingin menerbitkan mata uang digital. Dia mengatakan pihaknya masih berdiskusi dengan tujuh bank sentral dari berbagai negara untuk masalah yang satu ini.

"Ini seluruh dunia juga sedang coba-coba. Belum ada sepakat mana teknologi yang pas. Ini kami koordinasi dengan tujuh bank sentral," pungkas Perry.


Hide Ads