Pemerintah Larang Transaksi Pakai Kripto, Kok Sekarang Pungut Pajaknya?

Pemerintah Larang Transaksi Pakai Kripto, Kok Sekarang Pungut Pajaknya?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 07 Apr 2022 10:15 WIB
Ilustrasi Kripto
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Kemunculan uang kripto alias cryptocurrency di Indonesia menimbulkan perdebatan di tingkat regulator keuangan. Pemerintah jelas menolak mentah-mentah kripto digunakan sebagai mata uang.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo pernah menegaskan kripto bukan alat pembayaran yang sah. Hal itu sesuai dalam Undang-Undang (UU) Mata Uang.

"Kripto bukan alat pembayaran yang sah sesuai UU," kata Perry dalam webinar yang diselenggarakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Selasa (15/6/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perry meminta seluruh lembaga keuangan apalagi yang bermitra dengan BI agar tidak memfasilitasi atau menggunakan kripto sebagai pembayaran atau alat servis jasa keuangan. Mereka akan dipantau oleh sejumlah pengawas.

"Kami terus melakukan untuk memastikan bahwa kripto yang bentuknya koin bukan alat pembayaran yang sah. Kami akan menerjunkan pengawas untuk memastikan lembaga keuangan mematuhi ketentuan-ketentuan yang sebelumnya sudah ada," jelas Perry.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya akan membawa isu mata uang kripto ke dalam forum G20. Pasalnya, aturan itu setiap negara berbeda-beda.

"Kami melihat fenomena di dunia sekarang ada negara yang melakukan piloting seperti China, di satu daerah yang belum meluas secara nasional bagaimana kalau semua mata uangnya diubah dari uang kartal menjadi uang digital," kata Sri Mulyani.

Kemunculan kripto sendiri menurut Sri Mulyani akan mempengaruhi dinamika ekonomi di negara tersebut. Untuk itu, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) harus membahas terkait perkembangan mata uang kripto di G20.

Semua itu akan menjadi ancaman bagi mata uang fisik yang sudah disahkan oleh suatu negara dan akan berdampak pada dinamika perekonomian.

"Ke depan kompetisi ini akan muncul terus makanya Elon Musk ngomongin terus currency boleh beli saham Tesla atau Facebook dan digital company di AS mau buat currency sendiri," ujar Sri Mulyani dalam acara yang sama.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sudah berulang kali melarang sektor jasa keuangan khususnya perbankan memfasilitasi perdagangan aset kripto.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menerangkan produk perbankan di Indonesia telah diatur Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Di dalamnya dijelaskan bank tidak boleh memperdagangkan kripto.

"Ini jelas di situ ada Pasal 6 mana yang boleh dilakukan oleh perbankan. Sekarang ini perbankan Indonesia jelas tidak boleh melakukan dagang saham. Dan juga tidak boleh dagang komoditi, itu tidak boleh," katanya seperti dikutip dari Youtube CNBC Indonesia, Senin (7/3/2022).

Atas dasar tersebut menurutnya sudah jelas di mana kripto yang berupa aset tidak boleh diperdagangkan oleh bank.

"Ini sudah clear, kripto ini adalah berupa aset di mana perbankan tidak boleh jual beli aset kecuali itu terkait dengan tugasnya," ujar Wimboh.

Namun, meski mendapatkan penolakan, kehadiran kripto di Indonesia tak sepenuhnya dilarang. Di Indonesia kripto justru diatur sebagai sebuah aset atau komoditas. Bukan sebagai instrumen keuangan.

Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga menegaskan Kemendag mengatur perdagangan komoditas aset kripto lewat Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Dia juga mengatakan kripto bukan lah mata uang, namun dianggap sebagai komoditas.

"Kami juga pastikan kalau ini kripto adalah komoditas. Bukan mata uang, banyak mispersepsi di masyarakat kripto jadi mata uang, sesuai UU, mata uang hanya rupiah," ungkap Jerry dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Senin (31/5/2021).

Dia mengatakan pemerintah sedang menyiapkan bursa kripto sehingga transaksi aset kripto bisa dilakukan di dalam negeri. Dia menyebut Indonesia akan menjadi negara yang pertama memiliki bursa dan pengaturan ketat soal perdagangan aset kripto.

Wacana soal bursa kripto sudah berjalan sejak tahun lalu. Targetnya bursa kripto akan diluncurkan akhir tahun yang lalu, namun sampai sekarang institusi tersebut tak juga kunjung terbentuk.

Terlepas dari perdebatan panjang soal kripto, kini pemerintah justru menerbitkan aturan untuk memungut pajak kripto. Aturan itu dikeluarkan Kementerian Keuangan yang sejak awal menolak kehadiran kripto bila fungsinya dijadikan sebagai mata uang.

Kementerian Keuangan resmi mengenakan pajak atas transaksi perdagangan aset kripto. Pajak yang dikenakan yaitu pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN).

Pengenaan pajak pada Bitcoin Cs ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 Tahun 2022. Aturan ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan berlaku efektif mulai 1 Mei 2022.

Lalu, apa alasan pemerintah kini menarik pajak dari kripto?

Baca halaman berikutnya

Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Bonarsius Sipayung mengatakan sebelum kebijakan ini dibuat pihaknya telah melakukan pengujian terlebih dahulu apakah kripto yang diperdagangkan patut dikenakan pungutan pajak atau tidak.

Setelah diusut-usut ternyata kripto di Indonesia diatur sebagai komoditas, bukan alat tukar. Sebagai komoditas maka kripto bisa masuk ke dalam kategori barang tertentu yang bisa digunakan sebagai alat tukar.

Di sisi lain, Kementerian Perdagangan juga tidak memasukkan aset kripto sebagai surat berharga yang merupakan instrumen keuangan. Di sisi lain, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mengatur kripto sebagai komoditas.

"Karena ada kata cryptocurrency, maka kita harus uji itu alat bayar nggak? Kita lihat aturan dari BI itu menyatakan kripto bukan alat tukar, karena bukan alat tukar berarti clear dia barang tertentu yang bisa digunakan sebagai alat tukar tapi bukan resmi yang diakui oleh otoritas, (jadi masuk barang kena PPN)," kata Bonar dalam konferensi pers virtual, Rabu (6/4/2022).

"Begitu ini komoditas, kita kaitkan dengan UU PPN. Di UU PPN dikatakan atas penyerahan barang kena pajak, terutang PPN," ujarnya.

Alasan lain dipungutnya pajak atas transaksi atas perdagangan Bitcoin Cs ini karena melihat potensi penerimaan negara yang besar. Hal itu dilihat dari data transaksi kripto yang sebesar Rp 850 triliun pada 2020.

"Berdasarkan data 2020 total transaksi kripto Rp 850 triliun, berarti dikali 0,2% sekitar Rp 1 triliun lebih. Lumayan lho kalau itu dibagi-bagi, seluruh Indonesia kebagian. Sementara yang punya uang lebih ketika dia bisa investasi kripto, berbagilah dengan cara itu," papar Bonar.

Dalam aturan yang baru dikeluarkan ini besaran PPN yang dipungut dan disetor untuk perdagangan kripto sebesar 1% dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11%. Jika perdagangan tidak dilakukan pedagang fisik aset kripto, maka besaran PPN yang dipungut dan disetor sebesar 2% dari tarif PPN umum atau sebesar 0,22%.

Sementara itu, atas penyerahan jasa verifikasi transaksi aset kripto dan mining pool, PPN yang harus dipungut dan disetor sebesar 10% dari tarif PPN umum atau 1,1% yang dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang.

Dalam Pasal 19 disebutkan bahwa penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang merupakan penghasilan yang terutang PPh.

Penjual dikenai PPh Pasal 22 yang bersifat final dengan tarif 0,1%. PPh Pasal 22 bersifat final tersebut dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh penyelenggara perdagangan. Jika penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik bukan pedagang fisik aset kripto, PPh Pasal 22 bersifat final yang dipungut sebesar 0,2%.

Bagi penambang, Pasal 30 ayat (1) mengatur adanya pengenaan PPh Pasal 22 bersifat final dengan tarif 0,1%. Bagi penambang, PPh Pasal 22 harus disetorkan sendiri.



Simak Video "Nasib Kripto Pasca Fatwa Haram MUI"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads