Menurut Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Goro Ekanto, wacana tersebut muncul dari hasil survei Universitas Indonesia (UI), bukan karena rencana kenaikan tarif cukai rokok yang sedang dikaji.
"Kalau kita masih dalam kajian. Tapi, kalau yang itu hasil survei UI, mereka survei 1.000 orang. Di harga berapa orang akan berhenti rokok, ternyata di harga Rp 50.000 ada 72%," ujar Goro kepada detikFinance, Senin (22/8/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, jika ada kenaikan, harus bertahap karena imbasnya akan dirasakan banyak pihak.
"Kalau naik, harus ada kajian juga. Kalau naik, nggak bisa drastis, karena ada industri, ada tenaga kerja. Kita harus kasih jalan keluarnya. Kajiannya masih panjang," tutur Goro.
Dalam proses kajian itu, pemerintah juga menggandeng sejumlah pihak seperti asosiasi pengusaha, pelaku industri rokok, dan Kementerian Kesehatan. Goro menambahkan, setelah proses kajian tersebut selesai, keputusan untuk menaikkan tarif cukai rokok atau tidak.
"Kita harus ke asosiasi pengusaha, dengan Kementerian Kesehatan, dan pelaku industri. Itu tunggu keputusan menteri (Menteri Keuangan) mau naikkan atau nggak," tutur Goro. (hns/wdl)