Ada Investasi Rp 52 T 'Terbang' ke Vietnam Gara-gara Harga Gas RI Tinggi

Ada Investasi Rp 52 T 'Terbang' ke Vietnam Gara-gara Harga Gas RI Tinggi

Muhammad Idris - detikFinance
Senin, 31 Okt 2016 07:34 WIB
Foto: Muhammad Idris
Jakarta - Harga gas yang tinggi menjadi momok bagi industri di Indonesia. Bahkan, menurut Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia (Kadin), Rosan Perkasa Roeslani, persoalan harga gas ini membuat investor lokal terpaksa pindah ke Vietnam.

Menurut Rosan, dirinya pernah diceritakan oleh Menteri Perindustrian (Menperin), Airlangga Hartarto, mengenai investor lokal yang lebih memilih membangun pabrik di Vietnam ketimbang di dalam negeri.

Opsi ini diambil lantaran pemerintah Vietnam menjanjikan pasokan gas dengan harga lebih murah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya pernah diceritakan Menperin. Dia pengusaha Indonesia, nilai investasinya US$ 4 miliar (Rp 52 triliun, US$ 1 = Rp 13.000). Dia dapat tawaran (harga gas) di Vietnam cuma US$ 4 per MMBtu. Investasi di sini (Indonesia), dapat gasnya US$ 9-12 per MMBtu," tutur Rosan kepada detikFinance, saat ditemui di kantornya, Menara Kadin, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Kamis (27/10/2016).

Rosan mengatakan, pemerintah sebenarnya bisa mencontoh Singapura. Meski tak memiliki ladang gas, negara tersebut bisa menyediakan gas dengan harga murah dari impor lantaran tak banyak mengutip untung dalam distribusinya.

"Nggak punya gas saja kok bisa rendah. Singapura nggak punya gas saja bisa US$ 4 per MMBtu, yang (negara tetangga) lain juga sama harganya US$ 6-7 per MMBtu. Selain mata rantai panjang ada komponen pemerintah juga, kalau itu bisa ditekan, industri kita akan jauh lebih kompetitif," tandasnya.

Oleh sebab itu, Rosan meminta pemerintah berani mengurangi bagian penerimaan negara dari penjualan gas. Meski penerimaan di kas negara berkurang, namun secara tidak langsung pemerintah bisa menikmati dampak positif seperti penciptaan lapangan kerja baru dan peningkatan ekspor.

"Sangat setuju (harga gas) turun, ini akan dorong industri berkembang dan ciptakan lapangan kerja. Harga gas mahal itu bukan karena faktor mata rantai panjang saja, tapi karena ada faktor pemerintah juga," kata Rosan.

"Industri kita yang terjadi sekarang kan deindustrialisasi, dan industri kita semakin lama daya saingnya turun. Kalau harga gas turun akan sangat signifikan dampaknya," pungkas Rosan. (hns/wdl)

Hide Ads