"Tarif bea masuk diturunkan dari 20% jadi 5% karena ada Asean-China Free Trade Area. Kita minta data dari BPS tiga bulan terakhir impor keramik naik jadi 51% dibanding kuartal I 2017," jelasnya kepada detikFinance, Kamis (17/5/2018).
Pemicunya lainnya adalah industri keramik dalam negeri harus menghadapi harga gas yang tinggi dan tidak merata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di luar Jawa US$ 9 kalau di pepres US$ 6 padahal ASAKI minta US$ 7,5 dolar soalnya bagian timur dan barat beda harganya padahal satu kesatuan, selisih 13% dan ini tidak baik. Harga gas beda-beda, Jawa Timur US$ 7,95 per mmbtu dan di Jawa Barat US$ 9,16 per mmbtu, kalau Sumatera itu US$ 9,6," terang Elisa
Elisa menambahkan, situasi ini akhirnya membuat harga keramik impor dari China lebih murah dibanding produksi dalam negeri.
"Variasi sekali, China paling murah Rp 70 ribu per meter, ada juga yang Rp 700 ribu," pungkasnya.
Sebagai informasi, pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI) meminta perlindungan pemerintah terhadap gempuran keramik impor China. Menurut Ketua Umum ASAKI Elisa Sinaga, telah meminta penerapan safeguard kepada Komisi Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), lembaga di bawah Kementerian Perdagangan.
Safeguard adalah kebijakan pemerintah negara pengimpor untuk memulihkan kerugian atau mencegah kerugian akibat serbuan impor produk sejenis yang juga diproduksi industri dalam negeri. Salah satu caranya dengan menaikkan bea masuk impor.
Menurut Elisa safeguard terhadap industri keramik perlu dilakukan karena pasokan keramik impor meningkat rata-rata 22%/tahun, dan mayoritas dari China. (hns/hns)