Ketua Umum API Ade Sudrajat mengungkapkan sampai saat ini ada 9-10 pabrik tekstil yang sudah angkat bendera putih dan menutup usaha. Sayang, Ade tak merinci lokasi pabrik-pabrik tersebut.
"Ada 9-10 perusahaan give up dan tutup karena generasi kedua tak mau lagi membuat industri tekstil," kata Ade dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (5/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan industri TPT bagi anak-anak muda sudah tak menarik untuk digeluti, selain persoalan perubahan tren, industri TPT rentan pada masalah seperti gangguan serbuan produk impor, upah tenaga kerja, dan lainnya. Selain itu, bisnis-bisnis terbaru dunia digital era masa kini dianggap menjanjikan bagi anak muda.
"Dalam waktu dan tenaga yang sama, anak-anak muda sekarang pilih bisnis lain daripada tekstil," katanya.
Ia mengakui bisnis TPT masih menghadapi persoalan barang impor terutama yang diimpor oleh industri hilir yang saat ini diuntungkan adanya perang dagang. Di sisi lain, industri tengah dan hulu sedang menghadapi persoalan serbuan produk impor.
"Saat ini situasi yang tak pernah dialami hampir 40 tahun terakhir, karena ditimbulkan oleh kondisi global saat ini," katanya.
Baca juga: Lampu Merah Industri Tekstil Indonesia |
Untuk itu, para industri kini kompak mengajukan tarif perlindungan dari produk impor atau safeguard bagi produk TPT. Bila tak dilakukan, nasib industri TPT terutama hulu dan menengah bakal makin tertekan.
"Ini adalah masalah eksistensi hidup atau mati, perlindungan industri dalam negeri untuk devisa yang lebih besar untuk menjaga pasar domestik ini," katanya.
Berita ini sebelumnya sudah tayang di CNBC Indonesia dengan judul: Nyerah! 10 Pabrik Tekstil Tutup, Ditinggal Penerus Bisnis.
(ara/ang)