Kenaikan NPL tersebut lebih banyak disumbang dari kredit untuk industri pengolahan. Melonjaknya kredit bermasalah industri pengolahan itu bersumber dari permasalahan kredit Duniatex.
"(NPL) ada yang nol, ada yang naik industri pengolahan. Industri pengolahan dampak dari Duniatex ada pengolahan juga, bukan tekstil hilir tapi hulu," kata Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK Slamet Edy Purnomo di kompleks Gedung Bank Indonesia (BI), Jakarta, Jumat (29/11/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain sektor industri pengolahan, industri perdagangan juga turut menyumbang NPL perbankan. NPL sektor ini pada Oktober 2019 di posisi 3,92% naik dari posisi Desember 2018 3,57%.
Edy menambahkan untuk permasalahan kredit macet Duniatex sendiri saat ini tengah dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Prosesnya saat ini tengah menghitung jumlah keseluruhan Duniatex beserta utang pribadi pemiliknya.
"Jadi kita harus tunggu, ada utang-utang dari lembaga korporasinya, ada utang dari pribadi pemilik juga. Sehingga harus dikumpulkan dalam daftar utang. Nanti baru diputuskan PKPU utangnya berapa," tambahnya.
Sementara menurut catatan OJK total utang Duniatex secara grup mencapai Rp 22 triliun. Utang itu berasal dari kreditur bank maupun non bank.
"Nanti masuk PKPU-nya itu baru persis tahu berapa utangnya. Karena mereka melakukan pendaftaran, semua kreditur diundang," ujarnya.
OJK berharap permasalahan utang Duniatex bisa berakhir dalam proses restrukturisasi. Sebab Duniatex memiliki karyawan sekitar 50 ribu orang yang akan berdampak cukup besar.
Baca juga: Bank Mandiri Digugat Warga Swedia Rp 800 T |
(das/fdl)