Selain itu, Arya mengatakan, upaya ini akan membangun industri kesehatan nasional yang inklusif, mandiri dan efisien.
Terpenting, kehadiran perusahaan farmasi RI ini juga diharapkan dapat menekan impor alat dan bahan baku kesehatan.
Selama ini, obat dan alat kesehatan di Indonesia 90% - 94% masih impor. Di mana total impor alat kesehatan Indonesia sejauh ini bisa mencapai US$ 750 juta atau setara Rp 10,50 triliun (kurs Rp 14.000). Sementara impor bahan bakunya mencapai US$ 1,3 miliar atau Rp 18,2 triliun, di mana 60% berasal dari China dan 30% dari India.
Padahal, Indonesia memiliki keberagaman untuk keragaman hayati yang bisa dimanfaatkan untuk menciptakan berbagai macam obat-obatan.
Memperkuat peran holding farmasi tersebut, pemerintah akan membentuk kerja sama dengan berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
"Nanti kita juga akan melakukan kerja sama dengan Perguruan Tinggi, ada 3202 perguruan tinggi di Indonesia dan 85 Fakultas Kedokteran, jadi kita bekerjasama dengan mereka untuk mengurangi ini (impor)," pungkasnya.
Untuk diketahui, pembentukan holding farmasi telah diresmikan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK) no 862/KMK.06/2019 soal inbreng saham.
Simak Video "Video WHO soal Ilmuwan China Temukan Virus Corona Baru Mirip Penyebab Covid-19"
[Gambas:Video 20detik]
(dna/dna)