Order Batik Sepi, Perajin di Klaten Bertahan dengan Produksi Masker

Order Batik Sepi, Perajin di Klaten Bertahan dengan Produksi Masker

Achmad Syauqi - detikFinance
Rabu, 07 Okt 2020 12:07 WIB
masker batik
Masker batik produk Desa Jarum, Klaten. Foto: Achmad Syauqi/detikcom
Klaten -

Perajin batik tulis di Klaten mulai memproduksi masker untuk bertahan dari dampak pandemi COVID-19. Masker batik itu mulai diandalkan di tengah lesunya penjualan.

"Inovasinya ya ini cuma membuat masker. Saat ini tidak ada inovasi lain sejak ada COVID," jelas Ketua Pokdarwis Batik Desa Jarum, Kecamatan Bayat, Susana Dewi pada detikcom, Rabu (7/10/2020) siang di rumahnya.

Dewi mengatakan di desanya selama ini menjadi pusat batik tulis. Jumlah perajin sebanyak 26 orang dengan tenaga kerja mencapai ratusan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perajin ada 26 orang tapi kondisinya sedang sulit karena COVID. Masih berproduksi tapi sangat kecil karena kondisi tidak segera membaik dan maker jadi tumpuan," lanjut Dewi.

Masker buatan perajin, imbuh Dewi berbeda dengan masker umumnya. Sebab dibuat dengan tangan di lukis langsung.

ADVERTISEMENT

"Jadi masker ini dibatik langsung. Ada yang khusus membuat motif wayang atau batik pada umumnya," kata Dewi.

Perajin batik Desa Jarum, Fitriyadi mengatakan permintaan masker sudah cukup lumayan. Termasuk dari Jakarta sudah ada.

"Ini yang ada pesanan cuma ke Jakarta Utara. Itu untuk pesanan masker sudah kirim sekitar 1. 700 masker," ungkap Fitri.

Lanjut ke halaman berikutnya

Menurut Fitri, masker itu bahanya menggunakan kain batik tulis ukuran kecil dari sisa potongan. Daripada tidak digunakan bisa menambal dampak COVID.

"Ada sisa kain kecil-kecil lantas dibuat masker. Bulan ini sudah kirim 700 potong dan alhamdulilah bisa untuk menambal sepi order tergantung yang mereka- reka," kata Fitri.

Harga masker batik, ujar Fitri, tidak berani dipatok dengan harga mahal. Harganya hanya sekitar Rp 15.000- Rp 20.000 untuk umum.

"Ini masker untuk umum, bukan cuma untuk hajatan. Pesanan berapapun jumlahnya kita layani, pesan lima , enam bahkan satu keluarga cuma pesan tiga juga kita layani dan kami kumpulkan pesanan per biji ini totalnya sudah 60 lembar," sambung Fitri.

Tidak hanya masker, saat ini menurut Fitri, dirinya mulai membuat sajadah dan sepatu batik. Sepatu dikerjakan di Yogyakarta.

"Sajadah dan sepatu juga kita buat. Tapi sepatutnya kita kerjakan di Yogyakarta sebab kita tidak punya tenaga," terang Fitri.

Sebelum membuat masker, jelas Fitri, dirinya pernah hendak berdagang soto. Namun karena kendala butuh biaya sewa niat diurungkan.

"Kemarin juga mau jual soto. Tapi harus cari rumah kontrakan ya butuh modal lagi jadi saya urungkan tidak jadi buka warung," lanjut Fitri.

Lanjut ke halaman berikutnya

Dampak COVID, imbuh Fitri sampai saat ini belum reda. Pesanan batik untuk pakaian, sarung bantal, sarung sofa dari Jakarta, Bandung, Solo dan Yogyakarta masih macet.

"Penjualan turun 80%. Solo macet sejak lama dan Yogyakarta menyusul belum lama padahal biasanya per bulan 70 potong ke kota- kota tersebut," pungkas Fitri.

Perajin lain di Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Panggung mengatakan sejak order Batik macet bulan Maret sampai saat ini, dirinya mengandalkan bisnis penginapan. Penginapan untuk wisata ziarah.

"Dulu setiap hari bisa satu bus sampai tiga bus. Tapi kini sepi sejak ada Corona," ungkap Panggung kepada detikcom di rumahnya.

Untuk berinovasi membuat kerajinan, seperti masker , Panggung mengaku sudah tidak mungkin. Penyebab karena usia.

"Saya kan sudah tua, pensiun. Sementara anak muda disini tidak banyak yang tertarik membatik," kata Panggung.


Hide Ads