Dahlan mencontohkan salah satu modifikasi gen yang berhasil dilakukan dengan sukses adalah pada komoditas kedelai di AS. Hasilnya pun bagus, tiap kilogram kedelai modifikasi gen ini bisa membuat tempe lebih banyak dibandingkan kedelai biasa.
"Ada kedelai jenis DMO, itu di Amerika untuk makanan ternak dan yang kita impor juga, apa boleh buat, bisa untuk membuat tempe. Tiap kilogram kedelai jenis ini bisa menjadi tempe lebih banyak. Kedelainya besar-besar," kata Dahlan.
Di sisi lain, sama seperti pendiriannya akan vaksin Corona yang modifikasi dan yang bukan, Dahlan mengaku lebih senang memakan tempe dari kedelai lokal yang bukan hasil modifikasi. Namun, apabila di meja makan cuma ada tempe dari kedelai hasil modifikasi gen, apa boleh buat dia juga akan memakannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sikap saya terhadap vaksin juga seperti menghadapi sajian tempe di meja makan. Kalau ada yang asalnya dari kedelai yang bukan modifikasi saya pilih itu. Kalau adanya hanya tempe dari kedelai hasil modifikasi ya saya makan juga," kata Dahlan.
Lebih jauh, Dahlan bicara soal penolakan vaksin Corona. Di negara barat, menurutnya banyak penolakan vaksin yang dihasilkan dari modifikasi gen.
"Di Barat salah satu alasan penolakan terhadap vaksinasi COVID-19 adalah modifikasi gen itu. Yang anti modifikasi gen tanaman saja begitu banyak, apalagi ini modifikasinya gen manusia," jelas Dahlan.
Di sisi lain, tanpa modifikasi gen pun namanya vaksin akan tetap akan mengalami penolakan. Di Brasil misalnya, 100 tahun lalu, vaksin alami untuk penyakit cacar mendapatkan penolakan keras masyarakat di sana.
Masalahnya adalah vaksin itu disebut merusak kecantikan kulit. Saking gilanya penolakan vaksin itu, Dahlan menyebut pemerintah Brasil saja hampir terguling karena gelombang penolakan yang terjadi.
"Penolakan vaksinasi seperti itu (tanpa modifikasi gen) sudah terjadi sejak 100 tahun lalu. Misalnya yang di kota Rio de Janeiro, Brasil. Bahkan di sana sampai terjadi kerusuhan besar. Yang asalnya dari pro-kontra vaksinasi cacar. Hampir saja pemerintah Brasil terguling akibat kerusuhan itu," kata Dahlan.
"Rupanya, bagi masyarakat yang budayanya mengenakan baju you can see, cacat akibat cacar itu sangat merisaukan," lanjutnya.
Di akhir catatannya, Dahlan menyatakan, dirinya lebih tertarik dengan vaksin Corona yang dibuat dari virus yang dilemahkan. Penggunaan vaksin dengan cara ini pun sudah memiliki sejarah pemakaian yang sangat panjang sejak dulu.
"Tentu vaksinasi Covid tidak merusak kecantikan seperti cacar di zaman dulu. Tapi vaksin yang berasal dari virus yang dilemahkan tetap lebih menarik bagi saya. Sejarah pemakaiannya sudah begitu panjang," tutup Dahlan.
(ara/ara)