Seruan Gubernur DKI Jakarta 8/2021 tentang Pembinaan Kawasan Dilarang Merokok masih menjadi polemik di masyarakat. Terlebih aksi penertiban Satpol PP yang dianggap berlebihan dan meresahkan para pelaku usaha di Ibu kota.
Kepala Bidang Ketertiban Umum Satpol PP DKI Jakarta Tumbur Parluhutan Purba pun mengakui beleid yang terkandung dalam Seruan Gubernur tersebut tak bisa jadi pijakan hukum buat Satpol PP melakukan penindakan.
"Anggota kami tidak memiliki pijakan yang jelas dalam melakukan penindakan, karena Sergub ini bukan menjadi dasar penindakan. Namun kami tetap melaksanakan penegakan hukum dan sosialisasi lebih intens kepada minimarket dan warung," ungkapnya dalam webinar Koalisi Smoke Free Jakarta Oktober lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari catatan Satpol PP, sepanjang September 2021 saja telah dilakukan penindakan pencabutan reklame rokok, dan penutupan etalase rokok kepada 486 pelaku usaha baik ritel modern maupun warung tradisional di 293 lokasi yang tersebar di seluruh wilayah Jakarta.
Lebih lanjut, Tumbur menjelaskan khusus untuk pelaku minimarket atau ritel modern Satpol PP telah menganjurkan agar mereka membuat desain etalase yang tidak perlu memperlihatkan kemasan atau bungkus rokok. Sayangnya hal ini ditolak mentah-mentah oleh para pelaku ritel.
Staf Ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Yongky Susilo menilai usulan tersebut justru bakal menambah beban para pelaku usaha. Saran tersebut juga tidak tepat, terlebih pada masa pemulihan ekonomi terutama masa pandemi seperti saat ini.
"Jika diminta untuk membuat tempat tertutup lagi, tentu akan membebani pelaku usaha. Ini yang saya bilang berusaha di Indonesia ini high-cost economy. Jika memang tidak ada landasan hukumnya ya dihentikan saja, buat apa dipaksakan?" tegasnya.
Bersambung ke halaman selanjutnya.