Pengurus Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (PD FSP RTMM-SPSI) DIY Waljid Budi Lestarianto mengatakan, adanya ancaman PHK bagi buruh rokok akibat kenaikan cukai rokok 12 persen itu. Ia menyebut paling tidak seribu buruh rokok dari sekitar lima ribu buruh di DIY yang rawan terancam tak dapat melanjutkan pekerjaanya karena kebijakan pengurangan buruh.
"Kami menunggu Peraturan Menteri Keuangan terkait komposisi 12 persen itu Apakah untuk Sigaret Mesin Putih berapa, Sigaret Kretek Mesin berapa, lalu Sigaret Kretek Tangan berapa dan Cerutu berapa," ucap Waljid.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Asosiasi Petani Tembakau DIY Triyanto menyampain keluh kesahnya terhadap kenaikan cukai rokok. Pihaknya mengaku beberapa hari lalu telah meminta kepada ke pemerintah agar cukai rokok tidak dinaikkan.
"Terus terang kami kecewa dengan keputusan itu sangat merugikan petani tembakau. Dampaknya akan mengurangi produksi rokok dan pada akhirnya berimbas menurunnya distribusi bahan baku tembakau dari petani," ujar Triyanto.
Sebagai petani tembakau, Triyanto kuatir harga jual tembakau ke perusahaan rokok menurun karena merosotnya permintaan rokok di pasaran. "Belum diumumkan saja, harga rokok sudah naik. Perusahaan rokok membeli tembakau murah dari kami, tahun ini bahkan hanya Rp 20 ribu per kilogram padahal HPP kami Rp 70 ribu. Kami sangat kecewa dengan keputusan ini," katanya.
Menurutnya pemerintah tidak melihat dua sisi, harusnya dengan kenaikan cukai juga memperhitungkan nilai dasar penjualan tembakau. "Dengan pemerintah menaikan sudah menekan harga petani dengan harga 20 ribu/kg, kami minta setidaknya 30 ribu/kg," ujarnya.
(hns/hns)