Henry membeberkan, salah satu pungutan langsung pemerintah berupa cukai kepada IHT, dalam 3 tahun terakhir terus naik, yaitu tahun 2020, tarif cukai naik sebesar 23,5% dan Harga Jual Eceran (HJE) naik 35%, tahun 2021 tarif cukai dan HJE naik sebesar 12,5%, dan tahun 2022 cukai dan HJE naik sebesar 12,0%. Sehingga selama 3 tahun tarif CHT telah naik 48% dan HJE naik 60%.
"Di lain sisi, IHT legal sedang berjuang untuk tetap beroperasi dengan arus kas yang minim akibat pandemi, yang disambung dengan kenaikan BBM, dan ancaman resesi yang menguras daya beli masyarakat," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Henry juga menyinggung tambahan beratnya pungutan langsung negara terhadap produk tembakau yang menjadi semakin berat karena kenaikan cukai.
Selama ini, kata Henry, IHT legal selain dipungut melalui CHT, juga dibebani Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) sebesar 10% dari nilai cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 9,9% dari harga jual eceran hasil tembakau.
Jika dijumlahkan, pungutan ketiga komponen pungutan langsung tersebut berkisar di 76,3% sampai 83,6% dari setiap batang rokok yang dijual, bergantung golongan dan jenis rokok yang di produksi. Sisa 16,4% sampai 23,7% untuk Pabrik membayar bahan baku, tenaga kerja dan overhead serta CSR.
"Artinya harga rokok ilegal sudah menang bersaing walau harganya hanya sekitar 20% atau 1/5 dari harga rokok legal. Kok masih ditambah lagi beban kenaikan tarif untuk 2023 dan 2024. Semakin berat beban IHT legal," tegas Henry.
(kil/fdl)