Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika mengatakan salah satu faktor pendukung kenaikan IKI di sektor Industri Agro adalah aktivitas ekonomi yang berangsur berjalan setelah pandemi.
"Kinerja industri makanan dan minuman mulai meningkat, dan optimisme pelaku usaha sangat bagus. Apalagi akan segera menyiapkan bulan Ramadan. Di samping itu, industri mamin juga sudah mulai merasakan pesanan dari pesta demokrasi, selain industri percetakan," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan meskipun industri kayu dan furnitur mengalami kontraksi, tetapi industri tersebut mengalami kenaikan nilai IKI.
"Sebagian besar adalah produk ekspor dengan didominasi negara tujuan Amerika dan Eropa yang pertumbuhan ekonominya sedang melambat. Berkaitan dengan hal itu, importir masih bersikap wait and see," paparnya.
Hal ini sesuai dengan analisis IKI, yang menunjukkan 78% perusahaan menyatakan pesanan barunya menurun karena faktor pesanan luar negeri, dan 37% karena pesanan domestik. Selain itu, faktor kesulitan bahan baku, khususnya kayu besar dan rotan yang semakin berkurang dan langka juga menjadi kendala pengembangan subsektor industri ini.
"Karena itu, kami mendorong diversifikasi negara tujuan ekspor furnitur, di antaranya ke India, Timur Tengah, China, serta ASEAN. Dengan peralihan tujuan ekspor, Pemerintah juga mendorong pasar dalam negeri dengan memaksimalkan penggunaan produk dalam negeri, baik untuk perkantoran maupun sekolah," papar Putu.
Sementara itu, Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika, Yan Sibarang menjelaskan kontraksi yang terjadi pada subsektor jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan dikarenakan belum banyaknya pesanan yang terjadi di awal tahun pada subsektor permesinan.
Sementara itu, untuk subsektor industri tekstil, pakaian jadi dan alas kaki yang mengalami kontraksi akibat kondisi stagnasi ekonomi dan inflasi di negara mitra utama ekspor. Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki, Adie Rochmanto Pandiangan pun menjelaskan pihaknya berupaya melakukan perluasan pasar luar negeri, dengan percepatan pelaksanaan perjanjian IEU-CEPA.
Tak hanya itu, pihaknya juga berkoordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait masalah impor ilegal dan peningkatan pengawasan barang impor sampai ke pelabuhan terkecil, penyusunan lartas untuk produk TPT, serta mengusulkan penambahan pasal kewajiban pelaku usaha mencantumkan nomor registrasi barang K3L dan NPB atau SNI pada tampilan perdagangan elektroniknya untuk produk TPT dan Alas Kaki yang dikenakan kewajiban Peraturan Menteri Perdagangan 26/2021.
"Kemenperin juga berupaya melaksanakan kembali Program Restrukturisasi mesin/peralatan tahun 2023, dan pemberian intensif bahan baku industri TPT," terang Adie.
Terkait dengan subsektor pengolahan lainnya yang juga mengalami kontraksi, Direktur Industri Aneka dan Industri Kecil dan Menengah Kimia, Sandang, dan Kerajinan Ni Nyoman Ambareny menyampaikan Kemenperin mengupayakan kerjasama pasar ekspor dengan ITPC untuk perluasan pasar ke China, India, ASEAN, serta melakukan promosi baik di dalam negeri dan luar negeri.
Menurut Ambar, industri pengolahan lainnya yang menghasilkan produk hilir, seperti industri perhiasan, alat musik, mainan, serta rambut dan bulu mata palsu, yang tergantung pada daya beli masyarakat. Sehingga upaya yang dilakukan Kemenperin adalah dengan mendukung pameran untuk menstimulasi pembelian. Sedangkan untuk industri perhiasan, kondisi saat ini terjadi penurunan daya beli akibat kenaikan harga emas.
"Untuk industri yang mengalami serangan impor yang besar seperti industri mainan, Kemenperin berupaya dengan menggalakkan SNI wajib," tukasnya.
(akd/ega)