International Finance Corporation (IFC) salah satu anak usaha kelompok Bank Dunia mengumumkan kebijakan untuk berhenti mengucurkan dana ke proyek batu bara di berbagai negara.
Kebijakan ini ditempuh karena IFC diminta untuk menyesuaikan portofolio sesuai dengan Perjanjian Paris. Sejak Mei 2019, IFC fokus pada pembiayaan investasi di swasta dan telah mengucurkan US$ 40 miliar untuk perusahaan keuangan yang menjadi perantara. Seperti PT Bank KEB Hana Indonesia yang mendanai proyek PLTU baru, Jawa 9 & 10 di Cilegon, Banten
"Butuh perjuangan panjang dan setelah terlambat lebih dari tujuh tahun sejak Perjanjian Paris, akhirnya IFC mengambil langkah signifikan untuk menutup celah kebijakan mereka yang masih memungkinkan dukungan pada proyek batu bara baru," ujar Peneliti Trend Asia, Andri Prasetiyo.
Celah kebijakan itu terungkap dalam laporan yang dikeluarkan sejumlah organisasi masyarakat sipil dunia. Salah satu studi kasus dalam laporan itu yakni di Indonesia, yang membahas penerapan praktik ekuitas hijau atau Green Equity Approach (GEA) pada klien pertamanya, PT Bank KEB Hana Indonesia.
Untuk diketahui, ekuitas hijau merupakan investasi (modal) yang ditanamkan pemilik dalam sebuah perusahaan, yang bertujuan mempromosikan kelestarian lingkungan agar sesuai dengan komitmen Perjanjian Paris. Namun, alih-alih seperti peruntukannya.
Kurang dari setahun setelah mendaftar untuk GEA 2 , Bank Hana Indonesia, beserta perusahaan induk KEB Hana Korea, justru menandatangani pembiayaan proyek PLTU baru, Jawa 9 & 10 di Cilegon, Banten. "Komitmen terbaru IFC ini menjadi lonceng kematian bagi industri batu bara, juga sebagai peringatan keras bagi lembaga keuangan yang masih mengeluarkan uang publik untuk mendanai proyek energi kotor batu bara," kata Andri.
Bersambung ke halaman selanjutnya.
Simak juga Video: Niat Curi Batu Bara, Remaja di Kaltim Tewas Ditembak Polisi
(kil/dna)