Ditemui di Pulau Obi, Direktur Operasional Trimegah Bangun Persada, Younsel Evand Roos menjelaskan, pihaknya menyambut baik upaya pemerintah mendorong hilirisasi. Hal itu sejalan dengan perkembangan kendaraan listrik.
"Dengan adanya perkembangan tersebut Harita mulai melakukan investasi dengan membangun beberapa pabrik nikel," katanya di Pulau Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Dijelaskannya, Harita Nickel telah membangun pabrik dengan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF). Lewat pabrik ini, nikel kadar tinggi (saprolit) diolah menjadi feronikel. Feronikel sendiri merupakan bahan baku stainless steel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Pihaknya juga telah membangun pabrik dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL). Dengan pabrik tersebut, nikel kadar rendah (limonit) yang selama ini jarang dimanfaatkan, diolah menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP).
Selanjutnya, MHP diolah menjadi produk yang lebih hilir lagi yakni nikel sulfat dan kobalt sulfat. Nikel sulfat dan kobalt sulfat ini lah yang memiliki peran penting dalam produksi baterai kendaraan listrik. Dia mengatakan, pabrik nikel sulfat yang dimiliki Harita merupakan yang pertama di Indonesia dan terbesar di dunia.
"Hilirisasi yang lebih lanjut dari HPAL ini kita lakukan dengan membangun pabrik nikel sulfat dan kobalt sulfat dengan skala yang terbesar di dunia, yang pertama ada di Indonesia," katanya.
Lebih lanjut, Younsel menyebut, kapasitas produksi feronikel PT Megah Surya Pertiwi (MSP) sebesar 25 ribu ton metal. Sementara, kapasitas produksi PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF) sebesar 95 ribu ton metal. Jadi, kapasitas produksi feronikel di bawah Harita Nickel sebesar 120 ribu ton metal.