Indonesia masih memiliki sejumlah tantangan dalam mengembangkan industri kendaraan listrik. Salah satu tantangannya adalah produksi baterai kendaraan listrik yang belum masif dan mahal.
"Tadi EV masih mahal, kenapa? Komponen terbesar sebetulnya baterai. Baterai ini masih mahal, kita bermain di situ, ini pilihan," ungkap Sekretaris Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rifky Setiawan dalam acara Sewindu Protek Strategi Nasional, di The Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (13/9/2023).
Dalam paparannya, dengan mahalnya baterai maka produksi mobil listrik masih rendah dengan jumlah 29.000 unit mobil dan sepeda motor 1,4 juta unit per tahunnya. Kemudian, minat masyarakat menggunakan mobil listrik juga masih rendah karena rata-rata mobil listrik muatannya masih sedikit
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau orang Indonesia ini kan orangnya senangnya bisa muat banyak, satu keluarga 7 orang, masuk. EV belum banyak di situ, masih banyak yang sedan," tuturnya.
Kemudian tantangan selanjutnya adalah rendahnya investasi yang masuk untuk industri kendaraan listrik. Namun, dia tidak menjelaskan detail mengapa investasi untuk industri tersebut masih rendah.
Rifky hanya meyakini saat ini pemerintah tengah mengatur agar investasi untuk industri kendaraan listrik masif masuk di Indonesia. Pemerintah diyakini akan menyesuaikan dan menyederhanakan aturan untuk menggaet investor.
"Tantangan harus kita hadapi untuk kepastian produksi belum begitu banyak investasi. Ada beberapa aturan kami dengan Kemenko Marves beberapa waktu ini mengkoordinir beberapa aturan ini bisa mengikuti tren. Jadi kita berharap aturan-aturan bisa disederhanakan sesuai yang akan memasukkan beberapa investasi yang besar," ungkapnya.
Dalam paparanya, saat ini waktunya Indonesia mendorong industri kendaraan listrik, alasannya pertama karena Indonesia berpacu dengan waktu untuk dapat memimpin persaingan investasi dengan negara tetangga dan menjaga keberlangsungan industri otomotif di era transisi energi.
Kedua, dalam membangun industri EV membutuhkan kerja sama dan kebijakan yang tepat untuk mendorong perkembangan pasar dan industri serta menarik investasi. Ketiga, jika gagal mengembangkan industri EV dan menarik investasi, Indonesia hanya akan menjadi importir dan berisiko kehilangan jutaan lapangan pekerjaan.
Lihat juga Video: Tes Lengkap Tesla Model 3: Mobil Listrik yang Menyenangkan!