Ketua Komisi XI DPR RI, M. Misbakhun, angkat bicara soal keberadaan Satuan Tugas Pencegahan dan Penindakan Barang Kena Cukai Ilegal (Satgas BKC Ilegal) yang belum lama ini dibentuk pemerintah. Menurutnya, upaya pemberantasan rokok ilegal harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mematikan Industri Kecil Menengah (IKM) rokok yang selama ini memberikan kontribusi besar ke negara.
"Kontribusi IKM rokok terhadap penerimaan negara cukup signifikan, mencapai 10-15%. Karena itu, Satgas BKC Ilegal sebaiknya ekstra hati-hati dalam melakukan operasi tersebut dengan pendekatan preventif," ujar Misbakhun di Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Politisi Partai Golkar yang berasal dari daerah pemilihan Jawa Timur II ini menekankan bahwa IKM rokok adalah sektor padat karya yang telah menyerap ratusan ribu tenaga kerja, khususnya di wilayah-wilayah seperti Malang, Pasuruan, Sidoarjo, Madura, Jember, dan Banyuwangi.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), tercatat sebanyak 977 pabrik rokok di Jawa Timur telah memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). Sementara itu, data Kementerian Perindustrian mencatat terdapat lebih dari 1.100 IKM rokok tersebar di seluruh Indonesia hingga akhir 2024.
"Industri ini menyerap tidak kurang dari 600.000 tenaga kerja langsung, belum termasuk jutaan lainnya di sektor distribusi, pengecer, dan pertanian," lanjut Misbakhun yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Depinas SOKSI periode 2025-2030.
Ia menegaskan bahwa IKM rokok memiliki efek ganda (multiplier effect) yang besar terhadap perekonomian nasional. Oleh sebab itu, pemerintah diminta menjaga iklim usaha yang kondusif, khususnya bagi pelaku IKM rokok yang sedang berkembang di daerah.
Misbakhun juga mewanti-wanti agar Satgas BKC Ilegal fokus pada produk ilegal yang benar-benar tidak tercatat atau tidak memberikan kontribusi sama sekali ke negara. Ia meminta penindakan dilakukan secara proporsional, bukan sekadar sweeping yang bisa merugikan pelaku usaha kecil yang legal.
"Pemberantasan rokok ilegal penting, tapi jangan sampai kebijakan justru mematikan para pelaku IKM rokok mengingat negara selama ini juga bergantung pada kontribusi mereka, baik secara ekonomi maupun sosial," tegasnya.
Merujuk data Kementerian Keuangan, pelanggaran rokok ilegal sepanjang 2024 didominasi rokok tanpa pita cukai (rokok polos) sebesar 95,44%. Disusul oleh rokok palsu (1,95%), salah peruntukan (1,13%), bekas (0,51%), dan salah personalisasi (0,37%). Potensi kerugian negara akibat praktik ini ditaksir mencapai ratusan triliun rupiah.
"Kami mendorong DJBC agar melakukan langkah nyata terhadap produk-produk ilegal yang belum tercatat agar bisa dibina dan memberikan kontribusi kepada negara," ucapnya.
Selain itu, ia meminta agar kebijakan fiskal dan regulasi di sektor tembakau dirancang lebih adil. Jangan sampai kebijakan yang dibuat justru menguntungkan pihak tertentu dan memberatkan pelaku usaha kecil.
"Kita perlu menjaga persaingan usaha yang sehat dan adil. Jangan sampai kebijakan justru menyulitkan pelaku IKM rokok yang sedang berjuang menjaga usahanya tetap hidup," ujarnya.
Di daerah pemilihannya sendiri, Misbakhun menyebut ada 171 pabrik rokok di Pasuruan serta sentra pertanian tembakau di Probolinggo. Ia berharap pemerintah membuat regulasi yang menyeimbangkan antara kepentingan negara, rakyat, dan pelaku usaha.
"Kita tidak boleh juga membenci pelaku usaha karena pendapatan negara juga berasal dari mereka," pungkasnya.
(rrd/rrd)