Keluhan Pengusaha soal Harga Gas Industri Mahal

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Rabu, 08 Okt 2025 08:30 WIB
Foto: detikcom/ Shafira Cendra Arini
Jakarta -

Pengusaha mengeluhkan kekurangan pasok gas program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau gas murah industri seharga US$ 6-7 per MMBTU. Kondisi ini membuat industri mau tidak mau memenuhi kebutuhannya dengan membeli gas berharga tinggi.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Bidang Perindustrian Saleh Husin mengatakan, pihaknya menerima keluhan dari sejumlah pelaku industri pengolahan tentang kekurangan suplai gas murah. Dalam beberapa kesempatan, suplai gas HGBT hanya mampu memenuhi 60% kebutuhan.

"Sisanya itu kawan-kawan gas ini harus membeli dengan harga yang harga pasar. Kalau nggak salah US$ 16,77 per MMBTU. Ini kan tentu tinggi. Akibatnya apa? Ya akibatnya industri kita produknya akan daya saingnya akan sangat tidak kuat," kata Saleh, dalam acara FGD di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Selasa (7/10/2025).

Saleh menilai, kondisi ini akan membebani operasional industri sehingga industri akan kesulitan untuk bersaing, apalagi berkembang. Kondisi ini juga membuka peluang produk-produk olahan asal luar negeri masuk dan mendominasi pasar RI.

"Kalau bisa mensuplai kebutuhan gas pelaku industri 100%, kalau dia menggunakannya lebih dari 100% baru mungkin dia dibolehkan beli dengan harga pasar. Tapi jangan sampai ini belum sampai kebutuhan yang dibutuhkan oleh industri 100%, sudah harus beli dengan harga-harga pasar tentu," kata dia.

Selain kesulitan dalam bersaing dan mengembangkan industri, kondisi tersebut juga berpotensi mendorong pengusaha lokal migrasi ke negara tetangga yang harga energinya lebih kompetitif dan mengembangkan industri di sana. Apabila hal itu terjadi, Ri tidak akan mendapatkan nilai tambah dan lapangan kerja juga tidak akan terbentuk.

Selain itu, para pelaku industri juga masih harus menghadapi sejumlah tantangan lainnya seperti fluktuasi suku bunga yang dinilai mempengaruhi daya saing, hingga biaya logistik RI yang terbilang cukup tinggi.

Minta Keran Impor Dibuka

Atas kondisi tersebut, pengusaha mengusulkan agar dibukakan keran impor gas khusus untuk industri. Usulan itu juga telah disampaikan langsung oleh Saleh kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas), Kementerian ESDM, Laode Sulaeman.

"Mudah-mudahan tahun depan, kalau misalnya kebutuhan gas untuk industri misalnya di dalam negeri terbatas, ya mungkin Pak Dirjen, dari para pelaku industri ini dimungkinkan untuk boleh para pelaku industri boleh mengimpor gas untuk kebutuhan industri dan tidak untuk kebutuhan pengimpor-impor umum," ujar Saleh.

Usulan serupa disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Sri Bimo Pratomo. Ia mendorong agar impor diambil dari Amerika Serikat (AS), di mana harga gas di sana cukup murah mencapai sekitar US$ 3,43 per MMBTU pada bulan Oktober ini. Langkah ini juga diharapkan dapat berdampak pada penurunan tarif impor AS hingga di bawah 19%.

"Ini kita hubungkan dengan tarif resiprokal Trump. Kalau kita bisa, usulan Kemenperin, kalau bisa kita impor dari Amerika tentu nanti akan dapat timbal baliknya. Mungkin dari 19% ini bisa diturunkan lagi tarif resiprokal kita dari Amerika," kata Bimo, dalam acara yang sama.

Kementerian ESDM Masih Mau Tahan Impor

Merespons usulan tersebut, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Laode Sulaeman mengatakan, dirinya menghormati masukan dari para pelaku industri. Namun hingga saat ini, pemerintah masih akan menahan impor.

"Namun pada saat ini, memang kebijakan pemerintah memandang ketahanan energi itu sedapat mungkin kita menahan impor saat ini," kata Laode, ditemui usai acara.

Sementara itu, Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan, saat ini pasokan sudah kembali aman. Sebelumnya, sempat terjadi kendala dalam hal perpipaan.

"Kemarin kan ada masalah pipa ya, tapi kan sudah nggak ada masalah sih. Sekarang pasokan, kebijakan kita juga, kan sekarang kita banyak mengekspor. Dalam waktu-waktu tertentu yang ekspor ini bisa kita swap," ujar Kurnia, dalam kesempatan yang sama.

"Kalau sewaktu-waktu kita butuh LNG-nya, kita belokin dulu ke dalam negeri untuk menambal kebutuhan tambahan dari dalam negeri," sambungnya.

Simak juga Video: Bahlil Tuding Purbaya Salah Baca Data soal Harga Asli LPG Melon 3 Kg




(shc/kil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork