Dalam catatan detikFinance, seperti mengutip jakartamrt.co.id, proyek infrastruktur ini sebenarnya sudah digagas sejak Orde Baru yakni tahun 1985. Ada lebih dari 25 studi subjek umum dan khusus yang telah dilakukan terkait dengan kemungkinan sistem MRT di Jakarta
Tapi, proyek ini tak kunjung jalan. Krisis ekonomi dan politik yang terjadi antara rentang tahun 1997-1999 ditengarai sebagai salah satu sebab proyek ini jalan di tempat.
Titik terang pembangunan MRT muncul pada 26 April 2012. Gubernur DKI Jakarta saat itu Fauzi Bowo meresmikan pencanangan persiapan pembangunan MRT di Stadion Lebak Bulus, Jakarta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembangunan MRT kemudian dilanjutkan gubernur selanjutnya Joko Widodo (Jokowi) yang kini menjabat sebagai presiden. Jokowi saat itu menyebut proyek MRT masuk sebagai salah satu prioritas dalam anggaran Jakarta tahun 2013. Peletakan batu pertama atau groundbreaking dilakukan pada Oktober 2013.
Dalam acara deklarasi Alumni Pangudi Luhur belum lama ini (6/2/2019), Jokowi menceritakan kisah mengenai keputusannya membangun MRT.
"Saya suruh paparkan kenapa sih ini tidak dibangun-bangun sejak 26 tahun lalu? Dipaparkan kepada saya kalau cara memaparkannya seperti itu selalu hitungnya untung dan rugi. Ya pasti rugi terus, namanya transportasi massal. Tapi saya bertanya, saat itu ruginya berapa sih harus subsidi Rp 3 triliun setiap tahun. Kita tahu APBD DKI Rp 73 triliun saat itu," ujar Jokowi.
Jokowi melanjutkan, keputusannya untuk menggarap MRT ialah keputusan politik. Menurutnya, jika tidak segera dieksekusi maka Jabodetabek akan merugi triliunan rupiah per tahun. Sebut Jokowi, Jabotabek akan kehilangan Rp 65 triliun setahun karena kemacetan.
"Secara makro, hitung-hitungan negara tetap untung Rp 65 triliun tidak hilang setiap tahun. Pikiran saya hanya sesederhana itu, termasuk LRT dan lain-lain. Termasuk infrastruktur lebih dulu karena hitung-hitungannya seperti itu. Kalau MRT dibangun nanti-nanti, tanah di Jakarta akan semakin mahal," paparnya.