-
Jalur rel double-double track (DDT) Jatinegara-Cakung telah beroperasi sejak dini hari kemarin. Imbas dari pengalihan jalur lama ke jalur DDT baru ini Kereta Commuter Line mengalami beberapa keterlambatan jadwal.
Buntut dari terganggunya jadwal, kereta pun banyak yang mengantre di beberapa stasiun. Penumpang pun mengeluh atas keterlambatan ini.
Pengamat bahkan menyebutkan bahwa rel DDT kurang simulasi. Bagaimana berita selengkapnya? Simak informasi yang sudah dirangkum
VP Corporate Communication PT Kereta Commuter Indonesia Anne Purba menyebutkan setidaknya ada keterlambatan sekitar 15-30 menit dalam dua hari ke depan. Hal tersebut dikarenakan pola operasi kereta yang harus disesuaikan.
"Karena masih atur (operasi) Stasiun Cakung ya yang dulunya cuma 2 (jalur) jadi 4 kan pasti bisa meleset ya, kalau tadi ada 15, 20, ada yang sampai 30 menit, kita berharap bisa cepat (penyesuaiannya)," ungkap Anne di Stasiun Jatinegara, Jakarta Timur, Jumat (12/4/2019).
Kepala Balai Teknik Jakarta Banten Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Jumardi menyebutkan jadwal kereta terganggu karena adanya bottleneck alias penyempitan jalur kereta saat akan beralih ke jalur rel DDT.
Penyempitan jalur sendiri terjadi di jalur dari arah Manggarai yang akan memasuki jalur DDT Stasiun Jatinegara, dan saat lepas dari DDT Stasiun Cakung menuju ke arah Bekasi.
"Iya karena tadi hadapi bottlenecking di Cakung dari 2 jalur jadi 4 dia kan harus diantre, nah pengaturan di Bekasi. Nanti dilepas satu-satu masuk ke Cakung, begitu dia di Cakung dia lancar sampai disini," ungkap Jumardi.
"Nah sekarang bottlenecking lagi disini, karena Manggarai belum selesai jadi dari 4 ke 2 lagi nyempit lagi disini," jelasnya.
Kembali ke Anne, pihaknya meminta maaf atas keterlambatan kereta Commuter yang terjadi. Anne menyebutkan proyek DDT ini merupakan sejarah baru perkeretaapian.
"Ini kan proyek yang ditunggu 17 tahun ya, ini adalah sejarah, jadi kami mohon maaf kalau ada keterlambatan jadwal satu dua hari ini, DDT ini akan berikan manfaat ke depannya," ungkap Anne.
Banyak penumpang yang mengeluhkan keterlambatan KRL karena jadwalnya yang terganggu ini. Fahmi contohnya, seorang pegawai swasta ini mengeluhkan jadwal kereta yang terganggu, bahkan membuatnya harus terlambat masuk kerja.
"Saya dari Bekasi mau ke Stasiun Senen kerja di Salemba, parah nih saya telat harusnya masuk jam 9 saya, biasanya mah pas. Ini dari Bekasi sampai sini aja 2 jam, belum di Senen ini juga," ungkap Fahmi saat ditemui detikFinance di Stasiun Jatinegara.
Fahmi pun sempat meminta keterangan telat yang disediakan oleh pihak stasiun lalu melaporkan keterlambatan masuk kerja ke kantornya. Namun, Fahmi tetap kesal atas keterlambatan keretanya, pasalnya dia jadi harus merogoh kocek lebih dalam karena harus menyambung ojek online (ojol) ke kantornya di Salemba.
"Biasanya tuh 30-45 menit saya sudah sampai di Senen, kesel sih ngaret kayak gini, keretanya berhenti melulu pas masuk Cakung kaya ada kali 15 menit sekali berhenti. Nggak kuat saya di kereta, ya udah saya turun aja dulu di sini," kata Fahmi.
"Jadi nambah aja ongkos saya kan jadinya, daripada makin lama saya mau naik ojol aja dari sini," tambahnya.
Kekesalan juga dikatakan oleh Sasa, ibu rumah tangga ini ingin membesuk saudaranya yang sakit di Kemayoran. Tadinya dia pikir naik kereta dari Bekasi bisa nyaman dan cepat, ternyata sebaliknya.
"Saya mau ke Kemayoran, dari jam 8 lho beli tiket saya, pas di stasiun (Bekasi) eh rame banget, kaget saya sampai saya lewatin 2 apa 3 kereta tuh. Pas dapat kereta malah desak-desakan nggak dapat tempat duduk, sampai sakit kaki saya," kata Sasa yang juga ditemui di Stasiun Jatinegara.
Sasa menuturkan kesal lantaran KRL tidak sesuai ekspektasinya. Karena tidak kuat berdesakan Sasa akhirnya turun di Stasiun Jatinegara untuk istirahat dan akan melanjutkan kereta ke Kemayoran.
"Dua jam apa ya di kereta, pada sakit kaki saya berdiri, padahal kirain saya cepat kan naik kereta tuh. Saya turun aja sini dulu mau istirahat, tau dah lanjutin apa nggak kalau kuat nanti saya terusin ke Kemayoran," ungkap Sasa.
"Ya Allah mau jenguk orang sakit aja mesti kayak gini," keluhnya.
Ekonom Institut for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus menilai gangguan jadwal kereta yang diakibatkan beroperasinya rel DDT lantaran kurangnya simulasi.
"Kan sekarang menimbulkan semacam chaos di lapangan. Harusnya sudah diantisipasi dulu dan cara mengantisipasinya adalah dengan melakukan simulasi terlebih dahulu," kata Ahmad saat dihubungi detikFinance.
Menurut dia sebelum melaksanakan pengoperasian tersebut harus diiringi dengan pematangan di lapangan. Itu demi mengurangi kemungkinan terjadinya gangguan.
"Perlu juga sebenarnya sebelum ditetapkan harus ada semacam simulasi yang matang. Jadi simulasi dulu, kira-kira kalau menimbulkan hal-hal seperti itu di lapangan gimana cara penyelesaiannya," ujar Ahmad.
Dia tak tahu persis apakah sebelum DDT dioperasikan sudah dilakukan simulasi.
"Sekarang kan sudah jadi relnya, sebelum dipakai harus disimulasikan dulu. Saya nggak tahu simulasinya ada apa nggak, mudah-mudahan sih ada. Tapi kalau ada simulasinya kan harus bisa mengantisipasi hal-hal seperti ini," tambahnya.