Dalam proyek pembangunan jalan sebenarnya proses yang paling sulit dan memakan waktu adalah pembebasan lahan. Di era Jokowi, pemerintah punya strategi untuk mengatasi itu.
Kasubdit Pengadaan Tanah Direktorat Bina Marga Kementerian PUPR, Sri Sadono menjelaskan, mekanisme pembebasan lahan di era Jokowi memang berubah. Perbedaan yang paling jelas adalah dari sisi mekanisme penilaian aset atau appraisal yang dilakukan oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
"Dulu itu sudah menggunakan appraisal pakai Perpres Nomor 36 2005 juncto 65 tahun 2006, masih mengunakan appraisal namun tidak perbidang, jadi zona. Misalnya di pinggir jalan itu zona 1 paling mahal, di belakangnya zona 2 dan seterusnya," terangnya saat berbincang dengan detikFinance beberapa waktu yang lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara untuk saat ini mekanisme appraisal hanya dilakukan oleh KJPP. Penghitungannya tak lagi zonasi melainkan berdasarkan bidang perbidang. Mekanisme ini menjadikan penghitungan harga antara satu rumah dengan rumah lainnya bisa berbeda.
"Jadi tanah tetangga pun bisa beda nilainya. Misalnya yang satu tanahnya matang yang sebelahnya tanahnya masih harus diuruk ya harganya beda. Artinya tingkat keadilannya bisa dipertanggungjawabkan. Bangunan juga dinilai. Semua dihitung termasuk tanaman. Misalnya pohon mangga atau pohon pisang. Semua yang punya nilai ekonomis," terang Sri.
Tak hanya tanaman, proses appraisal saat ini juga memasukan unsur perhitungan non fisik. Artinya penilaian harga ganti rugi termasuk biaya-biaya proses administrasi seperti notaris bahkan hingga solatium.
Solatium merupakan penghitungan ikatan emosional terhadap rumah tersebut. Semakin lama warga menempati rumah tersebut, maka penilaian solatium akan semakin tinggi.
Dengan mekanisme yang baru tersebut, menurut Sri proses pemebasan saat ini jauh lebih baik. Dari sisi waktu juga lebih cepat. Tim appraisal ditargetkan bekerja hingga keluar harga hanya 30 hari.
Sementara untuk mekanisme lama proses appraisal membutuhkan waktu hingga 120 hari. Hal yang membuat perhitungan menjadi lebih lama adanya mekanisme penentuan perbidang yang keluar berdasarkan kisaran harga.
"Menurut saya sudah fair, dan saya beranggapan bahwa progresnya tinggi, nilai ganti rugi yaang bisa diterima masyarakat cukup besar. Kalau lihat perkembangan selama ini dari 2016 sampai sekarang sudah Rp 48 triliun yang dikeluarkan untuk pembebasan lahan. Itu nilai yang sungguh besar. Saya berpendapat warga menerima ganti rugi, artinya harga diterima," kata Sri.