Djaya menjelaskan desain diubah karena masalah pembebasan lahan. Dia bercerita ada masyarakat yang menolak untuk direlokasi tempat tinggalnya di sekitar sungai Krueng Tiro.
Menurutnya ada dua desa yang disebut memiliki sejarah adat cukup kental dan tidak ingin dipindah. Proyek pun mesti berjalan, akhirnya pihak Djaya melakukan perubahan desain, yang tadinya menampung dua aliran sungai kini hanya satu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kalau Tiro itu ada awalnya dua tampungan. Melewati dua sungai. Nah yang di Krueng Tiro ada dua desa yang harus dipindahkan. Kami sudah bekerja sama dengan Pemprov, tapi relokasi alot karena history-nya cukup banyak dan kental di Tiro jd mereka menolak," papar Djaya.
"Akhirnya kami ambil alternatif tampungan yang satu lagi kita tiadakan," lanjutnya.
Karena mengubah desain, tampungan di Bendungan Tiro pun makin kecil. Yang awalnya menampung 45 juta kini hanya 15 juta meter kubik saja.
"Jadi tampungan lebih kecil. Kalau awalnya dulu Tiro 45 juta meter kubik tampungannya sekarang berkurang jadi 15 juta meter kubik," ungkap Djaya.
Djaya berharap proses sertifikasi desain baru di Tiro dapat cepat selesai tahun ini. Sehingga bendungan bisa mulai dibangun, dia menyebut kalau dibangun tahun ini kemungkinan targetnya bendungan selesai pada 2024.
"Harapan kami kalau bisa disetujui sebelum akhir tahun ini ya sehingga bisa kami bangun bendungannya. Ya tiga sampai empat tahun lah kalau lancar, 2023 mungkin 2024 sudah selesai," kata Djaya.
(Ket foto: yg abu-abu Djaya, yg putih Asyari Kasatker Bendungan BWS Sumatera I)
(ara/ara)