Perjalanan Kereta Cepat: 'Ditikung' China Hingga Biaya Proyek Bengkak

Perjalanan Kereta Cepat: 'Ditikung' China Hingga Biaya Proyek Bengkak

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Jumat, 16 Apr 2021 11:10 WIB
Proyek kereta cepat Jakarta Bandung terus berlangsung pembangunannya di masa pandemi. Pembangunan stasiun kereta cepat di kawasan Tegalluar juga terus dikebut.
Foto: Wisma Putra
Jakarta -

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tengah jadi sorotan karena biayanya mengalami pembengkakan. Terkait kondisi ini, ada rencana porsi Indonesia di proyek tersebut akan dikurangi.

Dalam perjalanannya, proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bisa dikatakan tak sepi dari pemberitaan, bahkan sebelum proyek ini ini dimulai. Salah satu hal yang menyita perhatian ialah mengenai pihak China yang terlibat dalam proyek ini.

Mega proyek ini sebenarnya sudah digagas di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Rencana proyek itu pun bergulir hingga era kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Awalnya pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memang melakukan studi kelayakan dengan Japan Internasional Corporation Agency (JICA).

Studi saat itu dilakukan untuk membangun kereta semi cepat Jakarta-Surabaya, dengan jarak sepanjang 748 km. Nantinya, kereta diproyeksi bisa menempuh jarak tersebut dalam waktu 5,5 jam dengan kecepatan rata-rata 160 kilometer.

ADVERTISEMENT

Dana untuk melakukan studi tersebut ditalangi oleh JICA. Proses studi kelayakan pun dimulai pada awal 2014. Besaran dana pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Surabaya pun diperkirakan mencapai Rp 100 triliun.

Setelah melalui berbagai pertimbangan baik ekonomi maupun politik, akhirnya pemerintah memutuskan untuk membangun kereta cepat secara bertahap. Pemerintah memutuskan untuk membangun dengan rute Jakarta-Bandung terlebih dahulu sepanjang 150 km yang nilai awal proyeknya senilai Rp 67 triliun.

Pemerintah pun membuka lelang terbuka bagi negara-negara yang tertarik proyek itu. Kemudian, masuklah China sebagai tandingan Jepang yang sudah menyatakan minatnya terlebih dahulu.

Perjalanan proyek Kereta Cepat lanjut ke halaman berikutnya.

Utusan Jepang Izumi Hiroto membawa proposal revisi kedua ke Jakarta pada 26 Agustus 2015. Tidak lama setelahnya, China mengirimkan proposalnya pada 11 Agustus 2015 lalu.

Jepang menawarkan pinjaman proyek dengan masa waktu 40 tahun berbunga hanya 0,1% per tahun dengan masa tenggang 10 tahun, padahal sebelumnya bunga yang ditawarkan Jepang sampai 0,5% per tahun. Usulan terbaru juga menawarkan jaminan pembiayaan dari pemerintah Jepang dan meningkatkan tingkat komponen produk dalam negeri Indonesia.

Sementara itu, proposal penawaran China menawarkan pinjaman dengan bunga lebih tinggi namun jangka waktu lebih panjang. China menawarkan proposal terbaiknya dan menawarkan pinjaman sebesar US$ 5,5 miliar dengan jangka waktu 50 tahun dan tingkat bunga 2% per tahun.

Indonesia kemudian menunjuk Boston Consulting Group untuk mengevaluasi penawaran dari kedua negara tersebut dan segera mengumumkan pemenangnya.

Akhirnya pemerintah memilih China untuk menggarap proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Salah satu alasannya lantaran pihak Jepang tidak mau jika tidak ada jaminan dari pemerintah, sementara China siap menggarap dengan skema business to business tanpa ada jaminan dari pemerintah.

"Kalau yang skema Jepang itu investornya pemerintah, jadi kita harus menaruh uang yang berasal dari APBN," kata Menteri BUMN Rini Soemarno saat itu di acara Sosialisasi dan Dialog Publik Pembangunan Kereta Cepat di Grand Hotel Panghegar, Jalan Merdeka, Bandung, 19 Februari 2016

Proyek ini pun akhirnya digarap oleh PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) yang merupakan konsorsium BUMN Indonesia dan Konsorsium China Railways dengan skema business to business.

KCIC sebagai badan usaha perkeretaapian yang menjadi pengusaha proyek ini di mana 60% sahamnya dimiliki oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dan 40% sisanya dikuasai China Railway International (CRI). PSBI merupakan konsorsium 4 BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia, PT Wijaya Karya Tbk, PT Jasa Marga Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.

Pada 21 Januari 2016 proyek ini dimulai dengan dilakukan groundbreaking oleh Jokowi di Perkebunan Mandalawangi Maswati, Cikalong Wetan, Bandung Barat, Jawa Barat.

Dipilihnya China untuk proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung pun sempat menuai kritik dari komikus Jepang, Onan Hiroshi yang ramai dibicarakan warganet pada 2018 lalu. Lewat gambarnya, Hiroshi menceritakan bagaimana awal dari rencana pembangunan kereta cepat tersebut dibangun oleh Jepang. Pihak Jepang sudah melakukan studi terkait rencana pembangunan mega proyek tersebut.

Hasil studi Jepang kemudian diserahkan ke Indonesia. Akan tetapi, data tersebut justru diberikan kepada China yang kemudian diberikan wewenang membangun proyek kereta cepat yang menghubungkan Jakarta-Bandung. Dalam komik tersebut juga digambarkan bahwa pihak China dipilih karena menawarkan proyek dengan nilai yang jauh lebih murah dibandingkan Jepang.

Namun, dua tahun berselang mega proyek ini tak kunjung menunjukan perkembangan yang berarti. Hiroshi menggambarkan Jokowi merayu Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk membantu kelangsungan proyek tersebut lagi. Akan tetapi, pihak Jepang pun tidak terima dengan permintaan tersebut. Pasalnya, pemerintah Indonesia sudah terlanjur memilih China sebagai kontraktor proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

Bukan hanya itu, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung juga disorot karena kebakaran pipa di Tol Padalarang di 2019 lalu. Kala itu, Pertamina menyatakan telah meminta kontraktor proyek KCIC berkoordinasi jika melakukan konstruksi di kawasan tersebut.

"Memang berdekatan dengan proyek tersebut, sudah beberapa waktu kami meminta pekerja proyek tersebut untuk berkoordinasi Pertamina apabila akan melakukan pekerjaan konstruksi atau apapun. Karena memang ada aturan zona aman untuk melakukan konstruksi sejauh mana jarak aman kegiatan konstruksi dari pipa tersebut," kata Unit Manager Communication & CSR PT Pertamina MOR III, Dewi Sri Utami kepada detikcom, 22 Oktober 2019.

Sementara, dalam keterangan PT Jasa Marga (Persero) Tbk, kebakaran di tol disebabkan oleh bor yang mengenai pipa Pertamina.

"Hari ini pukul 14.00 WIB terjadi kebakaran di lokasi pekerjaan Kereta Cepat Jakarta Bandung PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) tepatnya di Km 130 Jalan Tol Padaleunyi arah Cileunyi. Kebakaran diakibatkan adanya bored pile PT KCIC yang mengenai pipa bahan bakar Pertamina yang menghubungkan Bandung-Cilacap," tulis keterangan tersebut.

Belakangan, biaya proyek ini disebut bengkak. Saat ini, kelebihan biaya tersebut sedang dihitung KCIC. Sementara, berdasarkan informasi yang diterima Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau WIKA Agung Budi Waskito, proyek ini bengkak sekitar 20%.

"Jadi memang di kereta cepat tentunya akan terjadi cost overrun yang saat ini sedang dihitung-hitung oleh teman-teman KCIC. Berapa besar? Tentunya kita akan menunggu berapa besar, tapi yang saya dengar memang kurang lebih hampir 20-an% tapi sedang dihitung," katanya dalam webinar, Rabu lalu (14/4/2021)

Dia menerangkan, WIKA merupakan salah satu pemegang saham terbesar di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). PSBI ini adalah pemegang 60% saham KCIC. Bengkaknya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan memberikan dampak pada WIKA karena besarnya kepemilikan tersebut.

"Efeknya terhadap WIKA, seperti diketahui bahwa saat ini WIKA menjadi salah satu pemegang saham paling besar yang ada di PSBI atau Indonesia portion 60% kemudian China portion 40%. Di 60% itu WIKA kurang lebih 38%," katanya.

Dia menuturkan, untuk mengantisipasi dampak dari pembengkakan biaya tersebut, pihaknya mengusulkan agar porsi Indonesia di Kereta Cepat Jakarta Bandung berkurang, sehingga pembengkakan biaya itu ditanggung China.

"Jadi teman-teman sekalian kita sedang melakukan negosiasi dengan pihak China agar porsi Indonesia bisa lebih kecil daripada 60% sehingga secara keseluruhan nantinya cost overrun yang terjadi ini sama sekali tidak akan berpengaruh terhadap apa yang sudah kita setorkan," katanya.

"Sehingga harapan kami memang porsi daripada Indonesia ini lebih kecil daripada yang ada sekarang sehingga cost overrun yang ada ditanggung oleh pemerintah sana, itu yang sedang kita usahakan," katanya.


Hide Ads