Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung akan dibiayai oleh APBN. Presiden Joko Widodo pun telah mengizinkan hal tersebut.
Keputusan itu sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta dan Bandung.
Menanggapi hal itu, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno mengatakan pembangunan perkeretaapian dan infrastrukturnya tidak semudah membangun jalan tol. Katanya, harus diperhitungkan dengan cermat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi mau bagaimana, kalau daripada mangkrak tidak berfungsi. Ini kurang cermat dalam memperhitungkan dari awal, adanya kekeliruan. Saya juga termasuk yang nggak setuju dari awal juga," katanya kepada detikcom, Senin (11/10/2021).
"Itu terlalu cepat memutuskan, tetapi kalau sudah berjalan tidak diselesaikan, jadi bagaimana bisa menyelesaikan itu sehingga bisa bermanfaat," tambahnya.
Ia juga menegaskan hal itu memang tak sesuai janji pemerintah. Selama ini Jokowi dan jajarannya selalu menegaskan pendanaan proyek tidak akan menggunakan uang rakyat.
"Awalnya begitu. Tapi ketika dikerjakan oleh BUMN karya yang belum pengalaman akhirnya pemerintah juga harus turun tangan. Seharusnya APBN bisa digunakan untuk kepentingan rakyat yang lain. Terpaksa akan digunakan untuk ini," ungkapnya.
Lanjut ke halaman berikutnya
Dihubungi terpisah Ekonom Center of Reform of Economics (CORE), Yusuf Rendi Manilet menilai masuknya pembiayaan kereta cepat akan menambah besar government contingent liabilities pada APBN. Tahun ini, disebutkan bahwa risiko dana untuk infrastruktur dikategorikan sangat mungkin terjadi.
"Proyek yang dibangun oleh BUMN bersifat feasible secara ekonomi, tetapi secara komersial tidak sepenuhnya viable, perubahan regulasi termasuk penentuan tarif yang tidak sesuai dengan rencana pengembalian investasi,, dan lain-lainnya," katanya.
Menurutnya, masuknya proyek kereta cepat ke APBN merupakan keputusan terbatas mengingat proyek ini sudah berjalan. Meski demikian, hal itu disebutnya akan berisiko untuk jangka menengah dan jangka panjang.
"Jika berbicara di awal proyek sebenarnya pemerintah bisa mendorong KPBU dengan swasta, hanya saja kan masalahnya proyek ini sudah jalan, jadinya pilihan agak terbatas. Pilihannya mungkin ditunda sementara sampai pihak konsorsium bisa mencari alternatif pembiayaan," tutupnya.
(upl/upl)