Biaya Proyek Kereta Cepat Bengkak, Rachmat Gobel: Lebih Mahal dari Jepang

Biaya Proyek Kereta Cepat Bengkak, Rachmat Gobel: Lebih Mahal dari Jepang

Tim detikcom - detikFinance
Senin, 01 Nov 2021 10:53 WIB
Bos PT Panasonic Gobel Indonesia Rachmat Gobel, Ketua KPPU Syarkawi Rauf, anggota DPR Muh Sarmuji, Direktur Penyelesaian Perselisihan Kementerian Ketenagakerjaan Sahat Sinurat, dan chan Loulembah menjadi pembicara dalam diskusi yang membaha PHK dan Perekonomian Kita. Agung Pambudhy/detikcom.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Penggunaan APBN pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menuai kontroversi. Kritik pedas datang dari berbagai pihak, salah satunya dari Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel.

Dia mengatakan seharusnya APBN difokuskan untuk pemulihan ekonomi dan pembangunan infrastruktur dasar daripada untuk membiayai proyek kereta cepat yang terus menerus membengkak biayanya. Bila ada pembengkakan biaya, harusnya diselesaikan secara prinsip business to business (b to b) yang dijanjikan pada saat awal proyek ini berjalan.

"Soal kereta cepat biar kita serahkan ke investornya. Ini sesuai dengan ide awal yang berprinsip business to business seharusnya," kata Gobel dikutip dari Antara, Senin (1/11/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menjelaskan pada awalnya China menawarkan perjanjian kerja sama tanpa ada keterlibatan APBN dan juga tanpa jaminan pemerintah. Namun pada akhirnya, hal itu tidak terwujud, dia bilang janji awal proyek tidak ada yang terpenuhi.

Malah proyek sudah bengkak dua kali. Dari awalnya cuma US$ 5,5 miliar kemudian biayanya membengkak menjadi US$ 6,07 miliar. Sekarang pun bengkak lagi, hitungan terakhir prediksinya ada di US$ 7,97 miliar.

ADVERTISEMENT

"Kita tidak tahu apakah akan ada kenaikan lagi atau tidak. Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula," kata Gobel.

Proyek ini pun sudah jauh lebih mahal daripada penawaran dari Jepang. Gobel mengatakan Jepang kalah saing untuk proyek ini, kala itu negeri Sakura mengajukan proposal dengan nilai US$ 6,2 miliar, lebih murah dengan pembengkakan biaya proyek yang sedang terjadi.

"Ini juga sudah lebih mahal dari proposal Jepang. Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik," kata Gobel.

Dia mengatakan jangan sampai pembengkakan terjadi terus menerus dan kembali membebani APBN. Dia mengatakan bangsa ini bagai diakali pelan-pelan karena pembiayaan kereta cepat.

"Jangan sampai nanti minta tambahan duit lagi. Seolah bangsa ini diakali pelan-pelan," kata Gobel.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Daripada pakai APBN, Gobel bilang harusnya pembengkakan proyek ini jadi tanggungan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) selaku penanggung jawab proyek.

Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia membentuk badan usaha PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway. Lalu keduanya membentuk KCIC.

Dari Indonesia ada empat BUMN yaitu Wijaya Karya, Jasa Marga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI. Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.

Nah menurut Gobel, kalau ada pembengkakan harusnya tinggal bagaimana kuat-kuatan menyetor modal dalam kepemilikan saham di dalam konsorsium. Bagi yang tak mampu setor modal tambahan maka sahamnya bakal berkurang.

"Jadi jika terjadi pembengkakan biaya maka diserahkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut. Dan jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan maka sahamnya terdelusi dengan sendirinya. Ini proses bisnis yang biasa saja," kata Gobel.

"Ini baru namanya business to business, jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN," tambahnya.

Gobel juga mengatakan ada masalah saat studi kelayakan yang dilakukan China, makanya biaya proyek membengkak terus menerus. Gobel menyebut berbagai alasan di balik membengkaknya biaya proyek, mulai dari asuransi, kondisi geografi, hingga masalah banjir.

"Pertama, pada pembengkakan pertama katanya karena faktor asuransi. Kedua, pada pembengkakan kedua katanya karena faktor geologi dan geografi. Ketiga, banjir yang menggenangi jalan tol Jakarta-Cikampek terjadi akibat tersumbatnya saluran air karena pembangunan kereta cepat," papar Gobel.

"Semua itu mestinya sudah bisa dihitung di dalam studi kelayakan," katanya.



Simak Video "Kereta Cepat JKT-BDG Kini Dibiayai APBN, PKS: Belum Tentu Manfaat"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads