Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung berpotensi tambah bengkak lagi setidaknya sebanyak Rp 2,3 triliun. Pembengkakan kali ini ini disebabkan oleh pajak.
Presiden Direktur PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi menjelaskan, pada 2019-2020 terjadi pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar US$ 2,6 miliar atau sekitar Rp 38,48 triliun (asumsi kurs Rp 14.800). Namun, pembengkakan itu kemudian berhasil ditekan sampai US$ 1,675 miliar (Rp 24,79 triliun).
"Pada saat kami diminta untuk mengusulkan pada November 2021 kita bisa tekan sampai US$ 1,675 miliar," katanya di tunnel 2 proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Purwakarta, Selasa (21/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia melanjutkan, sesuai Perpres 93 Tahun 2021 pembengkakan biaya mesti ditinjau atau di-review oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Berdasarkan hasil review BPKP terjadi pembengkakan US$ 1,176 miliar (Rp 17,40 triliun).
Namun, pembengkakan itu belum angka final. Sebab, ada potensi pembengkakan lagi dari pajak.
"Cuma memang kemarin disampaikan KAI dan Kementerian BUMN masih ada potensi yang lain di mana sejak Februari BPKP menyelesaikan review kemudian sampai hari ini. Misalnya, ada kebijakan di mana PPN berubah dari 10% menjadi 11%. Ada beberapa penambahan PPN juga pajak untuk biaya yang lain," terangnya.
Masalah pajak ini juga menyangkut soal pengadaan lahan. Dwiyana memaparkan, mengacu Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012 pengadaan lahan untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung tidak bisa dilakukan langsung oleh PT KCIC, tapi melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang merupakan konsorsium 4 BUMN, pemegang saham mayoritas Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
"Rekomendasi pemerintah waktu itu PSBI sebagai anak perusahaan BUMN bisa melakukan itu, KCIC yang membiayai. Di situ ada mekanisme loan," katanya.
KCIC bisa menggunakan lahan yang dibebaskan PSBI. Adapun skemanya, PSBI meminta penerbitan hak pengelolaan (HPL) kepada negara. Setelah HPL terbit, akan diterbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama KCIC di atas HPL PSBI tersebut.
"Di situ setelah kita minta konsultan PwC muncul eksposur pajak. Bahwa KCIC dengan PSBI ini adalah perusahaan terafiliasi nggak bisa menghindari pajak. Jadi kemungkinan ada potensi tambahan lagi Rp 2,3 triliun eksposur pajak atas transaksi itu di mana nanti akan menimbulkan PPN, PPh," sambungnya.
(acd/das)