Jakarta menjadi salah satu kota yang memiliki masalah kemacetan akut di dunia. Bahkan sebagai kota besar, Jakarta disebut telah merugi Rp 90-100 triliun per tahun gara-gara kemacetan.
Di sisi lain, pembangunan sarana transportasi publik dinilai terlambat dilakukan di Jakarta. Salah satunya adalah moda transportasi perkeretaapian, khususnya mass rapid transportation alias MRT.
Direktur Utama PT MRT Jakarta William Sabandar menyatakan selama ini pembangunan infrastruktur di Indonesia terbentur permasalahan keuangan. Memang, butuh biaya besar untuk membangun infrastruktur, dampaknya pun tak bisa instan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Cihuy! Fatmawati-TMII Bakal Tersambung MRT |
Namun, menurutnya dampak pembangunan transportasi publik akan sangat dirasakan masyarakat. Perdebatan soal modal ini lah yang membuat MRT Jakarta telat dibangun, bahkan hingga 30 tahun lamanya.
"Pembangunan ini menjadi perdebatan ekonom dan engineer, yang membuat MRT di Jakarta selama 30 tahun ini tidak pernah dibangun. Padahal, the discussion about building MRT itu tahun 1985 itu pertama kali dicetuskan pak Habibie sebagai Menristek," papar William dalam diskusi publik dengan LPEM FEB UI, Rabu (6/7/2022).
Selama 30 tahun terakhir, proyek MRT Jakarta seringkali terbentur dengan kajian keuangan yang selalu tidak mendukung pembangunan proyek besar macam MRT.
"Studi-studi yang menjustifikasi apakah MRT itu harus dibangun atau tidak, tidak pernah men-justify tujuan kami tersebut, selalu kalah dengan pendekatan financial," kata William.
Nyatanya, membangun MRT Jakarta memang tak murah. William memaparkan di fase I Lebak Bulus-Bundaran HI saja pihaknya menghabiskan uang Rp 16-17 triliun untuk membangun 16 km jalur MRT. Butuh sekitar Rp 1 triliunan per km biayanya.
"Nah sekarang kita bangun MRT fase II yang panjangnya 12 km butuh Rp 20-30 triliun," ujar William.
Simak juga video 'Menhub Ke Jepang Percepat Pembangunan Infrastruktur Transportasi':
MRT akhirnya dibangun kala Jakarta rugi Rp 100 triliun. Cek halaman berikutnya.