Pada akhirnya pembangunan MRT Jakarta baru diinisiasi secara masih pada 2010-2013 dan pada 2019 transportasi publik ini baru bisa dirasakan warga Jakarta. William bilang, kalau dibandingkan dengan kota-kota lain di dunia kemunculan MRT sudah sangat terlambat.
Di Korea Selatan, tepatnya di kota Seoul saja sudah ada jaringan metro sepanjang 300 km lebih. Padahal, umur negara ini tak jauh berbeda dengan Indonesia. Secara ekonominya di awal negara itu terbangun juga masih sama kapasitasnya dengan Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sangat jauh tertinggal dengan negara lain, Korea, yang sama-sama merdekanya dengan Indonesia, yang tidak lebih baik potensi ekonominya, hari ini sudah punya jaringan metro di kota Seoul yang panjangnya kurang lebih 300 km. Mereka mulai bangun 1970 dan hari ini totalnya sekitar 350 km," papar William.
Tidak sampai di situ, Jakarta pun sudah keburu merugi hingga Rp 90-100 triliun karena kemacetan yang diakibatkan telatnya pembangunan sarana transportasi umum.
"Bila dihitung dari World Bank, kita sudah kehilangan sekitar Rp 90-100 triliun per tahun akibat do nothing tadi, akibat tidak melakukan pembangunan infrastruktur publik. Itu dikontribusikan oleh kemacetan, polusi, waktu tempuh yang sekarang orang Jakarta dan sekitarnya bisa spending 3-4 jam," ungkap William.
Dekan FEB UI Teguh Dartanto juga menyatakan hal yang sama. Saat ini Jakarta sebagai kota besar telah menelan kerugian besar akibat kemacetan dan kurangnya sarana transportasi publik.
"Jakarta memiliki masalah kemacetan kronis sebagai kota yang besar. Sejumlah kajian menyampaikan kerugian akibat kemacetan bisa sampai Rp 100 triliun per tahun. Kerugian ditimbulkan dari peningkatan waktu tempuh, pengurangan produktivitas, polusi udara, dan kualitas kehidupan masyarakatnya," papar Teguh.
(hal/ara)