Kisruh pengelolaan Bandara Halim Perdanakusuma akhirnya menemukan titik terang setelah TNI Angkatan Udara (AU) menyerahkan pengelolaannya ke PT Angkasa Transportindo Selaras (ATS). PT Angkasa Pura (AP) II sebagai operator sebelumnya pun diminta angkat kaki dari sana.
"Serah terima tersebut sebagai tindak lanjut dari putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yaitu Putusan Peninjauan Kembali (PK) MA Nomor 527/PK/Pdt/2015," kata Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma TNI Indan Gilang Buldansyah dalam keterangan resmi dikutip Minggu (24/7/2022).
Merujuk pada Putusan PK MA tersebut, kasus ini sebenarnya sudah berlangsung lama. Berawal dari Induk Koperasi TNI AU (INKOPAU-PUKADARA) dan ATS melakukan Nota Kesepakatan tentang Pengelolaan Bersama aset tanah di Bandara Halim Perdanakusuma beserta fasilitas penunjangnya pada 12 Mei 2004.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Atas dasar memorandum Kesepakatan tersebut, pada 10 Februari 2006 keduanya membuat dan menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan Aset TNI AU berupa tanah seluas 21 hektare (Ha) di Bandara Halim Perdanakusuma.
Sejak dibuat dan ditandatangani perjanjian, ATS telah membayar Rp 17,82 miliar untuk kelola Bandara Halim sampai 10 Februari 2031. Rinciannya Rp 7,03 miliar untuk kompensasi ke Inkopau, Rp 8,44 miliar untuk kontribusi tahunan sejak 2006-2009, dan Rp 2,34 miliar untuk pembayaran sewa ke kas negara tahun 2006-2009.
"Total Rp 17 miliar yang sudah dikeluarkan PT ATS. Ada ke kas negara, ada ke Inkopau, tidak semuanya ke TNI AU. Kemudian tahun berikutnya nggak dibayar karena PT ATS tidak menerima haknya sebagai pengelola (Bandara Halim), akhirnya dia berhenti bayar," jelas Indan.
ATS Gugat AP II
Merasa kecewa karena tak kunjung mengelola Bandara Halim, ATS menggugat TNI AU pada 2010, waktu di mana seharusnya mereka mulai bisa mengelola bandara tersebut.
Pada 2010, ATS mengaku sudah memberitahu AP II yang mengelola Bandara Halim mengenai hal ini. Bahkan ATS mengajak AP II untuk kerja sama memanfaatkan tanah dan obyek perjanjian di bandara tersebut.
"Akan tetapi Tergugat II (AP II) tidak merespons secara positif dengan tindakan konkrit untuk menanggapi maksud atau itikat baik Penggugat, akan tetapi Tergugat II bahkan tetap menguasai atau mengelola lahan dan/atau apa saja yang berdiri di atas Obyek Perjanjian tanpa alas hak yang sah atau tanpa ijin dari Penggugat sebagai pemilik hak kelola atau memanfaatkan atas tanah dimaksud yang berakibat hak Penggugat tersebut dilanggar oleh Tergugat II," bunyi PK MA Nomor 527/PK/Pdt/2015.
Dalam gugatannya, ATS menyebut TNI AU melakukan wan prestasi terhadap kontrak mereka dan AP II dianggap melakukan perbuatan melawan hukum.
AP II Gugat Balik ATS, selengkapnya di halaman berikutnya
Merasa tak terima digugat ATS, AP II pun mengajukan eksepsi. Pihaknya membantah, menyangkal, dan menolak seluruh dalil ATS dalam gugatannya.
Dalam eksepsinya, AP II menilai gugatan ATS ceroboh dan kabur karena telah menggugat dirinya sendiri. Sebab INKOPAU-PUKADARA memegang 20% saham ATS.
MA Tolak Seluruh Gugatan AP II Terhadap ATS
Ujung dari kisruh ini akhirnya hakim menolak permohonan PK AP II karena bukti yang diajukan BUMN tersebut dianggap tak kuat melawan perjanjian antara ATS dan TNI AU yang dilakukan pada 2004-2006.
"MENGADILI: Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali PT. ANGKASA PURA II tersebut; Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi I/ Pembanding I/Tergugat II untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali ini sejumlah Rp 2.500.000," demikian putusan PK MA tersebut.
Meski putusan PK MA atas kasus ini sudah ditetapkan pada 2016, ATS baru mendapatkan haknya mengelola Bandara Halim Perdanakusuma per 21 Juli 2022 yang diserahkan TNI AU.
(aid/zlf)