Tiang pancang bekas proyek monorel masih berdiri tegak di kawasan Jakarta Selatan. Tiang-tiang monorel Jakarta ini dibiarkan terbengkalai bagai 'batu nisan' tanda kegagalan pembangunan infrastruktur ibu kota.
Sejak awal pembangunan di tahun 2004 proyek ini tidak selesai sampai sekarang. Kini proyek itu hanya menyisakan tiang-tiang pancang yang tersebar di beberapa jalan utama di Jakarta. Salah satunya di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dalam catatan detikcom, proyek ini pertama kali terhenti pada 2008 lalu saat DKI Jakarta masih dipimpin oleh Fauzi Bowo alias Foke. Saat itu pengembang sekaligus investor proyek ini, PT Jakarta Monorail (PT JM), tiba-tiba dikabarkan pening bukan kepalang karena masalah pendanaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
JM mengaku nilai proyek ini mencapai US$ 450 juta. Namun pihaknya tidak mampu memenuhi syarat investasi US$ 144 juta. "Sekarang keputusannya terserah Pak Gubernur. PT JM akan ngikut saja," kata Direktur Utama PT JM Sukmawati Sukur, 12 Maret 2008 silam.
Tidak lama setelah itu, Foke memastikan pembangunan proyek ini dihentikan. Pihak PT JM minta ganti biaya investasi Rp 600 miliar, namun Foke menolak dan hanya membayar sesuai rekomendasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Proyek ini pun dibiarkan mangkrak sampai saat Joko Widodo (Jokowi) menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Pada akhir 2012 ia menyampaikan keinginannya agar PT Adhi Karya selaku BUMN ikut menggarap monorel bersama PT JM.
"Bareng-bareng. Duet-duet. Ngapain harus lama-lama? Ya, bener kok. Serius," kata Jokowi di Balai Kota Jakarta, 20 Desember 2012.
Akhirnya pada 2013 Jokowi sempat melakukan peletakan batu pertama pembangunan monorel di Tugu 66, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan untuk melanjutkan kembali proyek ini. Namun setahun kemudian, proyek mangkrak lagi gara-gara Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang tak kunjung terselesaikan.
PKS ini tak kunjung selesai karena banyak permintaan dari PT JM yang dirasa tidak bisa dipenuhi Pemprov DKI. Misalkan saja bagaimana perusahaan itu meminta subsidi dari pemerintah jika jumlah penumpang monorel tidak sampai 160 ribu per hari.
"Di dalam PKS (perjanjian kerjasama) pertama itu disebutkan, jika penumpangnya kurang dari 160 ribu, kalau tidak salah, kami harus subsidi. Itu yang kami enggak mau," kata Jokowi di Balai Kota Jakarta Selasa (25/2/2014) lalu.
Tidak hanya itu, Jokowi saat masih jadi Gubernur DKI Jakarta juga tidak setuju dengan penggunaan aset pemerintah provinsi untuk pembangunan proyek monorel. Saat itu ia tidak mau ada lahan terbuka hijau yang tergusur akibat proyek ini.
Selain itu terjadi tarik ulur soal penerimaan terkait pemasangan iklan di tiang dan halte monorel. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meminta PT Jakarta Monorail melaporkan secara rinci rencana pendapatan dari iklan tersebut.
Terakhir untuk bisa melanjutkan proyek tersebut pihak PT Jakarta Monorail (JM) selaku pemilik proyek harus mengganti tiang pancang monorel yang sudah dibangun PT Adhi Karya Tbk (ADHI) selaku kontraktor.
Penyelesaian ini penting karena termasuk salah satu syarat dalam perjanjian kerjasama (PKS) baru. Namun sayangnya terdapat selisih paham antara JM dengan Adhi Karya. Saat itu, Jakarta Monorail berpegang nilai tiang-tiang beton tersebut sebesar Rp 130 miliar, sedangkan Adhi Karya berpegang di angka Rp 193 miliar.
Hal-hal inilah yang kemudian membuat proyek monorel Jakarta tersebut jadi mangkrak. Bahkan hingga saat ini sisa-sisa tiang pancang proyek itu dibiarkan terbengkalai begitu saja.