Skema dynamic pricing alias tarif dinamis sedang dikaji untuk digunakan pada layanan LRT Jabodebek. Tarif dinamis ini memungkinkan masyarakat mendapatkan tarif lebih murah di jam sibuk atau penuh penumpang.
Namun, nampaknya skema ini masih belum pantas diterapkan di LRT Jabodebek. Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang menilai bila perjalanan kereta LRT Jabodebek masih belum normal, rasanya itu masih belum perlu diberlakukan tarif sesuai dengan waktu sibuk dan waktu sepi.
Bahkan, untuk menentukan mana jam sibuk dan jam sepinya pun akan sangat sulit. Pasalnya, waktu tunggu LRT Jabodebek saja masih 1 jam, bahkan kadang lebih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat ini saya rasa belum tepat diberlakukan dynamic pricing karena headway saja masih 1 jam-an sehingga tidak bisa dihitung rasanya kapan peak hour atau non peak hour," sebut Deddy ketika dihubungi detikcom, Minggu (19/11/2023).
Idealnya, Deddy mengatakan dynamic pricing dapat diberlakukan bila LRT Jabodebek sudah menjadi kebutuhan publik, seperti KRL misalnya. Sejauh ini dia menilai kehadiran LRT Jabodebek belum jadi prioritas utama banyak masyarakat.
"Jika LRT masih menjadi moda pilihan atau alternatif masyarakat sepertinya perlu dipikirkan ulang untuk rencana dynamic pricing," ujar Deddy.
Di sisi lain, Deddy menilai dynamic pricing memang menjadi skema tarif paling adil untuk sebuah transportasi massal. Pasalnya, ketika penumpang penuh banyak orang yang menanggung biaya produksi moda transportasinya, sehingga tarif bisa dibuat murah.
Sementara itu, saat penumpang sepi tarif dibuat lebih mahal karena hanya ada sedikit orang yang menanggung biaya produksi moda transportasinya. Selain itu, bila di jam penumpang sepi, masyarakat pun bisa mendapatkan kenyamanan lebih besar karena tak perlu berdesakan.
"Memang menurut saya skema ini lebih adil dalam penarifan, karena ketika penumpangnya full, maka tarif akan murah karena biaya produksi LRT dapat ditanggung secara massal. Nah bila okupansi sepi maka tarif lebih mahal karena untuk menanggung biaya produksi yang sama ketika tak banyak orang di situ, penumpang pun bisa mendapatkan kenyamanan lebih besar," jelas Deddy.
Tarif LRT Jabodebek sendiri saat ini berkisar di antara Rp 3.000 untuk jarak pendek dan tarif maksimal Rp 20.000 per orang. Itu masih tarif promo yang diberikan hingga Februari 2024.
Sementara itu, skema dynamic pricing sendiri muncul di tengah segudang masalah yang menghampiri operasional LRT Jabodebek. Karena banyak masalah, desakan untuk menurunkan tarif LRT Jabodebek pun muncul.
Sebelumnya, Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno mengatakan lebih baik tarif LRT Jabodebek dikembalikan menjadi tarif uji coba yang berupa Rp 5.000 untuk jauh dekat. Dia mengusulkan agar LRT Jabodebek tidak buru-buru menaikkan tarif.
"Saya bilang jangan terburu-buru lah untuk naikkan tarif. Biar saja tarifnya Rp 10 ribu atau Rp 5 ribu nggak apa-apa di masa uji coba," katanya dalam Podcast Tolak Miskin detikFinance, Jumat (3/11/2023) yang lalu.
Usulan Djoko juga diamini oleh Deddy Herlambang. Menurutnya, bila memang pelayanan belum normal lebih baik tarif perkenalan saja yang diterapkan.
"Memang lebih baik saran saya bahwa tarif dikembalikan lagi tarif perkenalan Rp 5.000 flat karena pelayanan belum optimal. Bila pelayanan sudah normal dapat menggunakan tarif normal," sebut Deddy.
(hal/das)