Cak Imin Mau Bangun 40 Kota Baru, Dari Mana Dananya?

Cak Imin Mau Bangun 40 Kota Baru, Dari Mana Dananya?

Retno Ayuningrum - detikFinance
Kamis, 28 Des 2023 14:48 WIB
Keluarga besar HMI resmi mendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) di Pilpres 2024. Dukungan ini diterima langsung oleh pasangan AMIN.
Cak Imin dan Anies Baswedan - Foto: Andhika Prasetia
Jakarta -

Muhaimin Iskandar, calon wakil presiden nomor urut 1 berencana membangun 40 kota baru selevel Jakarta jika terpilih menjadi wakil presiden nanti. Apabila misi tersebut terwujud, berapa biaya yang dibutuhkan dan dari mana anggarannya?

Juru Bicara Tim Pemenangan Anies-Cak Imin (Timnas AMIN) Surya Tjandra mengatakan sebagai langkah awal Cak Imin akan membangun 14 kota menengah yang sesuai rekomendasi dari Bank Dunia. Kota-kota potensial ini cukup dibangun dengan anggaran pemerintah pusat dan swasta. Misalnya, kota Pontianak yang mendapat anggaran dari pusat lebih dari Rp 1 triliun lebih.

Apabila kota tersebut mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 3 triliun ditambah dengan dana dari swasta, Surya optimistis Pontianak dapat berkembang menjadi lebih besar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Cak Imin mencontohkan, Pontianak yang mendapat anggaran dari pusat Rp 1 triliun lebih, kalau kita beri Rp 3 triliun yang dikombinasi dengan dana swasta, dia bisa berkembang menjadi besar," kata Surya kepada detikcom, Kamis (28/12/2023).

Lebih lanjut, dia memperkirakan sekitar Rp 170-220 triliun membangun 14 kota tersebut dalam lima tahun ke depan. Dia mengatakan investor swasta akan masuk dalam pembangun tersebut karena kota-kota di atas sudah mempunyai potensinya masing-masing.

ADVERTISEMENT

"Untuk 14 kota Bank Dunia di tahun estimasi Rp 170 triliun, dengan inflasi mungkin sekarang sekitar Rp 220 triliun yang bisa segera dilaksanakan dalam lima tahun," jelasnya.

Untuk menggaet investasi swasta, misi ini akan menonjolkan keunggulan dan ciri khas masing-masing kota. Dia bilang, kalau di kampung ada istilah kampung tematik. Hal yang sama juga bisa dibuat di perkotaan.

"Dalam skala mikro ini bisa diperiksa sudah dilakukan di Kampung Aquarium, Kampung Bayam dan Bukit Duri di Jakarta oleh Anies saat menjabat jadi Gubernur. Banyak pelajaran bisa diambil ketika nanti ingin melakukan di tingkat nasional," imbuhnya.

Dia menjelaskan salah satu yang akan dibangun nanti, yakni dari segi infrastruktur fisiknya, seperti pembangunan jalan hingga sistem transportasi. Tak hanya itu, pihaknya juga ingin melibatkan rakyat dalam proses pembangunannya.

Hal ini dikarenakan pada pembangunan proyek sebelum-sebelumnya lebih banyak berfokus pada pendapatan negara dan komoditas. Hal ini dapat dilihat dari daerah-daerah yang terdapat proyek mempunyai sumber daya alam yang kaya.

Sebab itu, pihaknya ingin menghadirkan keseimbangan baru dengan melibatkan masyarakat, mulai dari perencanaan pembangunan, penetapan, hingga eksekusi lokasi.

"Pemerintah Pusat sejauh ini hanya tertarik pada daerah kaya sumber alam karena niatnya cari pendapatan negara. Silakan saja periksa di mana saja PSN (Proyek Strategis Nasional) dilaksanakan, banyak fokus ke komoditas bukan komunitas. AMIN ingin keseimbangan baru terkait hal ini mulai dari perencanaan, penetapan lokasi, hingga eksekusi, sebisa mungkin partisipatif, rakyat dilibatkan di semua prosesnya," jelasnya.

Ekonom menyebut dibutuhkan dana besar. Klik halaman selanjutnya:

Butuh Dana Besar

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai akan membutuhkan dana yang besar untuk satu kota dapat setara dengan Jakarta. Pasalnya, Jakarta sekarang menjadi ibu kota sekaligus menjadi pusat keuangan nasional.

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Jakarta saja sebesar Rp 80 triliun per tahun. Belum lagi perputaran uang nasional di Jakarta.

"Jakarta sendiri itu APBD-nnya 80 triliun. Kemudian dari nasional aja, perputaran uang nasionalnya aja 17% dan itu ada di Jakarta. Jadi kalau hanya satu kota, itu ya butuh dana yang sangat besar," kata Tauhid kepada detikcom, Kamis (28/12/2023).

Menurutnya, kota-kota lain tidak mempunyai keistimewaan seperti Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan. Sehingga APBD tiap kota/daerah tidak akan cukup membangun selevel Jakarta.

"Nggak bisa disamakan kota-kota lain. Anggaran (tiap kota) Rp 1-2 triliun itu nggak terlalu ngefek untuk bisa mengejar Jakarta," jelasnya.

Adapun alternatif lain dengan menarik investasi dari swasta. Namun, Tauhid menyebut swasta tidak akan tertarik atau tidak berani menggeber investasi apabila tidak ada daya tarik dari kota tersebut. Misalnya, daya tarik kota tersebut dapat sebagai pusat keuangan, pusat pendidikan, pusat industri, atau pusat logistik nasional.

Dia menegaskan tidak bisa hanya mengandalkan kepadatan penduduk untuk menarik investasi swasta. Dia bilang perlu dibarengi dengan keistimewaan sehingga investor dapat berbondong-bondong investasi.

"Kalau satu kota tidak ada daya trik tersebut maka swasta nggak berani jor-joran investasi di infrastruktur yang dibangun misalnya gedung bertingkat hotel, restoran, kemudian pusat gedung pemerintahan. Jadi, kita harap daya tariknya apa di kota lain di selain Jakarta," jelasnya.

Senada dengan Tauhid, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai membangun 40 kota membutuhkan usaha yang luar biasa. Dia mencontohkan dengan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

IKN mengeluarkan anggaran yang cukup banyak dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN). Belum lagi harus menarik dan meyakinkan investor, baik dalam negeri maupun luar negeri.

"Yang jelas membangun 1 IKN saja membutuhkan effort yg luar biasa. Dari APBN keluar anggaran yang banyak. Menarik investor juga perlu investor yang besar baik dalam dan luar negeri. Kan perlu meyakinkan banyak hal agar investor itu yakin berinvestasi di sana. Apalagi membuat 40 kota metropolitan," kata Faisal.

Menurutnya, alih-alih membangun kota baru, lebih baik membangun kota yang layak huni dan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi. Dia bilang, saat ini kota-kota yang ada di Indonesia cenderung bertumbuh dengan sendirinya, tanpa perlu adanya dorongan kebijakan.

"Secara natural akan tumbuh, terutama di Jawa dan Sumatera. Mungkin di Indonesia bagian Timur yang pertumbuhannya agak lambat pembangunan kota-kota besar. Mungkin Indonesia Timur ada kebijakan afirmatif nya. Kenapa itu penting? Lebih upaya kepada untuk pemerataan ekonomi di barat dan timur," jelasnya.

(kil/kil)

Hide Ads