Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan kereta autonomous rail transit (ART) bakal mulai wira-wiri di Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur pada 5 Agustus 2024. Dia memaparkan saat ini rolling stock atau gerbong-gerbong kereta ART sudah tiba dan akan dipasang di IKN.
Kereta ART sendiri merupakan transportasi yang cukup unik, meski bentuknya kereta namun ART tak berjalan di atas rel. Namun berjalan di atas jalan biasa dengan jalur khusus.
"Saya lapor ke presiden, untuk ART rolling stock-nya sudah ada di Balikpapan, akan diuji coba insyaallah tanggal 5," beber Budi Karya usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi di Istana Garuda, Nusantara, Senin (29/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi Karya mengatakan ada dua rangkaian kereta dengan masing-rangkaian berisi 3 gerbong yang akan wira-wiri di IKN. Rute yang akan dilewati mulai dari sumbu kebangsaan, sumbu barat, hingga sumbu timur dengan waktu tunggu tiap pemberhentian cuma 5 menit.
"Jadi saat itu ada dua trainset masing masing 3 car akan berputar dari sumbu kebangsaan, sumbu barat, sumbu timur, dengan headway 5 menit," papar Budi Karya.
Operasi Gratis Sampai Desember
Moda transportasi masa depan ini akan dipinjamkan oleh pihak China secara gratis untuk dijajal di IKN. Pemerintah cuma perlu membangun jalur khusus ART dan marka-marka jalannya saja.
ART akan dioperasikan gratis tanpa biaya hanya dari bulan Agustus hingga Desember saja di IKN.
"Skema apa yang dilakukan dengan perusahaan China itu, yaitu mereka berikan layanan gratis kepada kita jadi kita berikan jalan yang sudah dikonstruksi OIKN dan juga PU dan membuat marka-marka. Free of charge selama Agustus sampai Desember," beber Budi Karya.
Setelah Desember, dia meminta ada pihak swasta yang mau mengadakan ART juga di IKN. Pemerintah akan membantu operasionalnya dengan memberikan bantuan buy the service dari anggaran Kementerian Perhubungan.
"Nah kita ingin juga bahwa ini berkelanjutan oleh karenanya pemerintah sudah menyediakan APBN sebagai buy the service," sebut Budi Karya.
"Nanti tidak mesti dari China lagi, bisa saja perusahaan Indonesia bekerja sama dengan seseorang mengelola kemudian pemerintah yang membiayai," pungkasnya.
(hal/rir)