Tren Penguatan IHSG Sudah Berakhir?

Tren Penguatan IHSG Sudah Berakhir?

Ellen May - detikFinance
Senin, 19 Mar 2018 11:51 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Beberapa waktu yang lalu, IHSG membentuk pola double tops sempurna, tepatnya ketika IHSG mengalami breaking down dari area 6.477 yang juga menjadi batas bawah dari pola tersebut. Bahkan IHSG sendiri sudah sempat menyentuh target kejatuhan double tops di area 6266, pada Jumat 16 Maret 2018 kemarin.

Apa artinya pola double tops?

Pola double tops adalah pola grafik yang berbentuk seperti 2 gunung, seperti huruf M, yang muncul di akhir trend naik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pola ini mengindikasikan bahwa trend naik sudah berakhir dan masa bearish atau downtrend pun dimulai.

Kapan kah pola serupa dialami IHSG?

Pola double tops pernah muncul di IHSG pada tahun 2013 dan 2015. Bagaimana penampakannya, dana pa yang terjadi setelah pola tersebut muncul?

Pada waktu itu IHSG merosot signifikan setelah breaking down dari pola double tops. Pada tahun 2013, pola tersebut muncul sekitar bulan Mei dan terus merosot sampai bulan Agustus, yang menjadi titik terendah dalam setahun.

Tidak tanggung-tanggung. Waktu itu IHSG merosot sekitar 25%, dari level 5.200 an, menuju ke level 3.900-an.

Tren Penguatan IHSG Sudah Berakhir?Foto: Istimewa (Ellen May)

Bagaimana dengan tahun 2015?
Pada waktu itu, Pola double tops (untuk tahun 2015 ini, agak mirip dengan pola Head and Shoulders), IHSG pun merosot sekitar 25% dari level tertinggi 5500an, di bulan Maret, hingga sekitar 4100 an di bulan September.


Tren Penguatan IHSG Sudah Berakhir?Foto: Istimewa (Ellen May)
Bagaimana dengan kondisi fundamental pada tahun 2015 tersebut?

Review Double tops 2015

Jika mengacu pada pergerakan IHSG pada tahun 2015, pola double tops terbentuk pada periode 6 Maret-7 April dan kemudian tertekan dalam sebuah tren turun pada periode April-September, dan menyentuh level terendah di 4033 pada bulan September. Tentu saja penurunan IHSG ini terjadi karena meningkatnya tekanan jual.

Ketika itu, investor asing tercatat membukukan penjualan bersih senilai Rp 22,6 triliun.

Tren Penguatan IHSG Sudah Berakhir?Foto: Istimewa (Ellen May)

Lantas, apa yang menyebabkan tekanan jual di 2015?

Jika kita merunut pada kejadian sebelum 2015, IHSG mengalami kenaikan yang signifikan dari periode 27 Maret 2015.

Kita mengenalnya dengan istilah "Jokowi effect", yaitu euphoria pasar setelah Joko Widodo terpilih sebagai presiden.

Pasar berharap banyak dari beliau membawa perubahan ekonomi ke arah yang lebih baik.
Namun kenyataannya adalah:

1. Data GDP 1Q15 turun ke 5,02%. Harapan pasar yang berlebihan di awal membuat pasar kecewa dengan data ekonomi yang turun ke level 5,02%. Hal ini memicu tekanan jual di pasar.
2. Kenaikan suku bunga the Fed. Pada waktu itu, pasar berspekulasi The Fed akan mulai menaikkan suku bunga. Pelaku pasar khawatir dana asing akan keluar dari pasar negara
berkembang, termasuk Indonesia, apalagi data ekonomi di 1Q15 masih menujukkan pelemahan.
3. Laporan keuangan tidak memberikan kejutan positif. Emiten masih membukukan pertumbuhan laba di tahun 2015, namun angka tersebut masih dalam rentang ekspektasi analis dan pelaku pasar. Artinya, tidak ada kejutan spesial dan pasar telah mendiskonto harga. Hal ini menjadi pemicu aksi ambil untung, selain risiko dari global.
4. Kenaikan imbal hasil 10Y Bond. Risiko kenaikan suku bunga the Fed membuat pasar obligasi di Indonesia berada dalam tekanan. Imbal hasil bergerak naik menjadi 7,7% di bulan April 2015, dari 6,9% di Februari 2015.

Hal-hal tersebut yang membawa IHSG terkoreksi signifikan sebanyak sekitar 25%.

Bagaimana dengan 2018, akan kah kembali terulang?

Tren Penguatan IHSG Sudah Berakhir?Foto: Istimewa (Ellen May)

Akan kah pola double tops yang muncul di tahun 2018 ini hanya menjadi koreksi ringan, atau menjadi sebuah downtrend berkepanjangan seperti di 2015 dan 2013?

Bagaimana fakta fundamental saat ini?

Berikut fakta yang ada saat ini:
1. GDP 2017 masih flat, bagaimana dengan 1Q18? Menurut saya, angka GDP 2018 menjadi hal penting bagi pasar karena hingga saat ini, ekonomi masih terjebak di angka 5,0%. Jika GDP 1Q18 di bawah 5,0%, menurut saya, pasar akan kembali bereaksi negatif.
2. Kenaikan suku bunga the Fed. Pasar melihat risiko kenaikan the Fed sebanyak 3-4 kali (0,75-1,00%) menjadi 2,25%-2,50%. Padahal, akhir tahun kemarin pasar hanya memperkirakan kenaikan sebanyak 2-3 kali (0,5-0,75%).
3. Tekanan SUN 10Y Indonesia. Saat ini, imbal hasil SUN tenor 10 tahun sudah naik 67 bps menjadi 6,734% dari 6,064%. Saya melihat downtrend dapat kembali terjadi jika Bond yield naik di atas 7,0%.
4. Kenaikan inflasi. Inflasi hingga Februari masih terkendali di 0,17% MoM. Namun perlu diingat bahwa kenaikan harga minyak menjadi risiko utama. BBM non-subsidi sendiri telah mengalami kenaikan di atas 10% sejak awal tahun.
5. Laporan keuangan 1Q18. Ini adalah momen paling penting bagi IHSG di 2Q18. Jika ternyata di bawah ekspektasi analis, maka akan terjadi penurunan proyeksi dan tentu saja dapat memicu tekanan jual.
6. Tekanan jual dari investor asing. Saat ini, dominasi saham perbankan cukup besar di IHSG. Padahal, sektor ini sangat sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Di sisi lain, harga saham 4 Bank besar di Indonesia cukup mahal: BBCA (4,11x PBV), BMRI (2,24x PBV), BBRI (2,69x PBV), dan BBNI (1,87x PBV).
7. Tekanan capital Outflow. Ini menjadi faktor penentu pergerakan IHSG, mempertimbangkan kepemilikan asing di SUN yang mencapai Rp815,38tn (44%). Keluarnya dana asing tentu akan memicu kenaikan imbal hasil SUN 10 tahun dan penurunan harga saham.

Bagaimana pandangan saya?

Saya memilih untuk waspada dengan perkembangan yang ada. Menurut pandangan saya, Indonesia masih dapat bertumbuh di atas 5,0% di 1Q18, dan laporan keuangan masih akan bertumbuh namun masih dalam ekspektasi pasar, sehingga domestik masih cukup kondusif.

Saya masih melihat faktor eksternal (kenaikan bunga the Fed) dan kenaikan harga minyak mentah sebagai risiko utama. Namun, saya masih optimistis bahwa tekanan yang terjadi masih akan cukup moderat, terutama di periode April-Agustus.

Untuk saat ini, saya melihat tekanan sepanjang Maret-April masih cenderung terbatas, dengan support jangka menengah berada di 6296 tepatnya di area MA 100 daily. Saat ini area tesrebut menjadi area yang krusial, yang akan menentukan apakah IHSG akan memantul dan kemudian kembali menguat ke masa konsolidasinya, atau justru kembali breaking down setelah memantul sesaat.

Technical View IHSG 2018

Setelah membentuk pola double tops IHSG mulai terlihat mengalami pelemahan, teptnya setelah breaking down area 6477. Dan saat ini target pelamahan sudah tercapai di level 6296 bertepatan dengan MA100. Selanjutnya IHSG berpotensi mengalami teknikal rebound dengan resisten 6477. Tetap waspadai teknikal rebound ini bisa jadi bersifat sementara sebelum IHSG kembali melanjutkan pelemahannya.

Saya pribadi melihat, IHSG sedang dalam tahap awal memasuki masa bearish tahun ini. Perhatikan. Pada tahun 2013, dan 2015, IHSG mulai melemah memasuki pertengahan tahun, sekitar bulan Maret - Mei, dan mencapai level terendahnya pada sekitar Agustus-September.

Demikian pula, IHSG pada tahun 2008, setelah mengalami pola bearish reversal, sempat mengalami koreksi lebih dari 60%, dari level tertinggi 2800 hingga ke level terendah 1100. Pada tahun 2008, IHSG juga mulai merosot sekitar bulan April hingga Oktober 2008.

Saat ini, saya melihat, IHSG masih berpotensi untuk mengalami tren turun, setelah rally pada tahun 2017 yang lalu.

Waspadai area 6296. Jika area tersebut ditembus ke bawah, IHSG bersiap untuk meluncur ke bawah menuju support 6000.

Apa yang sebaiknya kita lakukan?

Tidak perlu panik. Just dance with the market. Naik turun dalam pasar saham itu biasa. Jika terjadi koreksi, manfaatkan pantulan / teknikal rebound untuk swing trading.

Sementara itu, jika IHSG terkoreksi signifikan (bisa jadi turun hingga 25% ke level 5000an), tidak perlu panik juga. Bukankah itu adalah kesempatan langka untuk mendapat saham-saham diskon?

Apa yang perlu kita lakukan saat ini adalah do what the market tells us what to do.

Saya pribadi saat ini sudah menjual banyak saham saya, karena memang sudah mulai patah dari trend naik, terutama saham-saham mining, serta konstruksi, mostly dalam posisi profit taking karena memang sudah hold cukup lama. Beberapa saham second liner dari berbagai sektor pun juga mengalami patah trend dan sudah terjual.

Sisa beberapa saham second liner yang masih dalam trend naiknya yang masih saya hold. Sementara itu, peluang trading tidak terlalu banyak akhir-akhir ini, namun tetap ada. Seperti halnya beberapa hari kemarin kami tradingkan saham TAXI yang melejit signifikan.

Pada masa seperti ini yang terpenting adalah bagaimana kita membatasi risiko. Sangat wajar sekali jika saat ini ada banyak saham yang kena level stop loss. Tidak perlu dipertanyakan kenapa. Cukup dijalani saja.

Jika memang tidak mau kena banyak stop loss, saat ini bisa kurangi posisi trading, sambil tetap belajar dan mengikuti update market.

Kesalahan banyak orang adalah, menghindari market yang sedang turun. Padahal masa-masa seperti ini adalah masa terbaik untuk belajar dan menajamkan intuisi dan analisis, serta mengasah ketrampilan untuk mengambil keputusan trading pembatasan risiko.

Pada situasi krisis, ada orang yang semakin merana. Namun, ada beberapa orang yang justru menjadi semakin kaya. Orang-orang itu adalah orang-orang yang sudah mempersiapkan diri sebelumnya dengan ilmu dan perencanaan yang matang. Jadilah pemenang dalam segala situasi. You are the winner. (dna/dna)

Hide Ads