"Pekan ini kami perkirakan IHSG berpeluang konsolidasi menguat dengan support di level 6.178 sampai 6.099 dan resistance di level 6.304 sampai 6.348," kata Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee, Senin (4/11/2019).
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) memprediksi tren bunga rendah masih akan berlangsung cukup lama. Hal ini juga didukung data inflasi yang relatif rendah di mana angka inflasi pada Oktober 2019 sebesar 0,02%, lebih tinggi dibandingkan dengan bulan September 2019 yang terjadi deflasi sebesar 0,27%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pasar juga akan mencermati perkembangan negosiasi perang dagang China-AS. Larry Kudlow, penasehat ekonomi AS mengatakan telah terjadi kemajuan negosiasi damai perang dagang AS-China. AS ingin menandatangani kesepakatan di awal bulan November meskipun perjanjian fase I belum selesai dan beberapa masalah akan didorong ke fase kedua.
Sebelumnya pejabat China pesimistis akan adanya kesepakatan dagang dalam jangka panjang. Ada laporan yang menulis China juga enggan untuk berkomitmen memenuhi tuntutan AS untuk membeli produk pertanian AS senilai US$ 50 miliar. Hal ini menjadi perhatian pasar karena akan menjadi sentimen ketidakpastian di pasar.
The Fed pekan lalu melakukan pemotongan suku bunga acuannya sebesar 0,25% menjadi antara 1,50% dan 1,75%. Tetapi pernyataan The Fed bahwa pasar tenaga kerja tetap kuat, kegiatan ekonomi meningkat pada tingkat yang moderat, sementara investasi bisnis dan ekspor tetap lemah dan inflasi tetap di bawah target 2%.
"Pernyataan ini dinilai sebagai indikasi Fed tidak akan agresif menurunkan suku bunga pada kuartal ke depan. Seperti prediksi kami minggu lalu bahwa pasar sudah mengetahui bahwa Fed akan menurunkan suku bunga ke tiga kalinya, tetapi pernyataan pejabat Fed terkait peluang penurunan bunga ke depannya akan mempengaruhi pergerakan pasar," katanya.
Ini menjadi sentimen negative karena Fed nampaknya tidak akan agresif menurunkan bunga k edepannya. Ketidakpastian Brexit masih menjadi sentimen di pasar. Presiden Dewan Eropa Donald Tusk mengatakan Inggris dapat meninggalkan UE kapan saja sebelum 31 Januari, asalkan PM Boris Johnson dapat memperoleh persetujuan Brexit dari Parlemen.
Perjalanan masih panjang karena PM Inggris mendapat penolakan dari Perlemen. Hal ini mendorong PM Inggris Boris Johnson meminta persetujuan dari Parlemen untuk menggelar pemilu dini pada 12 Desember demi memecahkan kebuntuan Brexit. Negosiasi Brexit yang tidak positif menjadi sentimen negatif di pasar.
(ara/ara)