Jakarta -
Kondisi likuiditas perbankan di Indonesia terbilang ketat. Bank berlomba-lomba menawarkan bunga deposito tinggi untuk merebut dana nasabah. Tak tanggung-tanggung, bunga yang ditawarkan mencapai 11% per tahun, jauh di atas rata-rata bunga deposito di kisaran 7-8% per tahun.
Lalu, bagaimana tanggapan otoritas menanggapi hal ini? Berikut catatan
detikFinance, seperti dikutip Senin (22/9/2014).
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad mengatakan, bank-bank besar di Indonesia saat ini bersaing memberikan bunga simpanan yang tinggi.
Menghadapi situasi ini, Muliaman mengatakan, OJK akan bertindak. Tujuannya agar bank dalam negeri tidak terjebak dan menghadapi situasi sulit di masa depan.
"Kondisi ini dipicu oleh perilaku deposan besar. Ini menjadi bagian penting. Saya pikir ini siklus harus berhenti sehingga istilahnya perang bunga bisa dihentikan. Masak ada tingkat deposito (berjangka waktu) 1 bulan, itu 11 persen. Itu sangat jauh di atas bunga LPS (Lembaga Penjamin Simpanan)," tutur Muliaman di kantor OJK, Jalan Wahidin Raya, Jakarta, akhir pekan lalu.
Muliaman mengatakan, OJK meminta kepada bank-bank berhenti berlomba-lomba menaikkan bunga simpanan. "Saya minta pada kawan-kawan bank memberhentikan ini," kata Muliaman.
Perbankan besar di Indonesia berani memberikan bunga deposito besar, hingga 11% per tahun. Kondisi ini membuat bank-bank kecil harus menawarkan lebih tinggi lagi untuk bisa bersaing.
Menurut Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuagan (OJK) Muliaman D Hadad, bank-bank yang berlomba memberikan bunga deposito tinggi adalah bank Buku 3 dan bank Buku 4.
Di dalam peraturan Bank Indonesia (BI), bank Buku 3 adalah bank dengan modal inti Rp 5 triliun-Rp 30 triliun. Sedangkan bank Buku 4 adalah bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun.
"Yang bersaing antara bank-bank besar saja, karena dititipi bank-bank besar. Kita akan panggil dan minta mereka memberhentikan (perang suku bunga)," tegas Muliaman di kantor OJK, akhir pekan lalu.
Tingginya bunga deposito yang diberikan bank ini, membuat bunga kredit juga tinggi. Bank harus menjaga margin bunganya untuk meningkatkan kinerja keuangannya. Karena itu, OJK berniat untuk memberikan batasan soal besaran bunga kredit yang diberikan bank.
Perbankan di Indonesia mulai jor-joran memberikan bunga deposito tinggi, demi menggaet dana nasabah besar. Kondisi ini membahayakan, dan nasabah harus hati-hati.
Demikian dikatakan Sekretaris Perusahaan LPS Samsu Adi Nugroho kepada detikFinance, akhir pekan lalu.
Menurut Samsu, fenomena bunga tinggi terjadi karena kondisi likuiditas perbankan ketat. Bank-bank dalam negeri mencoba menawarkan bunga tinggi untuk menarik banyak dana nasabah. Biasanya, nasabah yang diberi bunga besar adalah nasabah berdana besar. Nasabah ini biasanya perusahaan, baik BUMN ataupun swasta.
"Fenomena bunga tinggi biasanya terjadi, mungkin karena kondisi likuiditas yang ketat. Nasabah harus hati-hati dan bank juga harus waspada, jangan terlalu jor-joran," katanya.
Saat ini, bunga penjaminan di LPS 7,75% untuk bank umum dan 10,25% untuk BPR (Bank Perkreditan Rakyat).
"Sebetulnya kalau ingin dijaminm ya tingkat suku bunga jangan di atas LPS. Kalau lebih tinggi itu nggak dijamin. Intinya, bank bisa memberikan bunga di atas bunga LPS, tapi bank juga harus memberikan info yang jelas kepada nasabah kalau bunga di atas LPS itu tidak ada jaminan LPS," pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman