"Tahun ini (2017) 5,3%. Bagi kami ini sebenarnya masih di bawah potensi. Secara structural, teorinya bisa sampai 6,66%," ungkap Ekonom Bank DBS Group Researh Gundy Cahyadi, di Jakarta, Selasa (28/2/2017).
Gundy menjelaskan, di tengah perlambatan ekonomi global pada tahun 2016 lalu, pemerintah dapat menjaga laju perekonomian dalam negeri dengan cukup baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) masih dapat bertahan, walau pun diperkirakan ada penguatan dolar AS sepanjang tahun 2017 ini.
"Rupiah tidak akan terhindar dari gelombang penguatan US$, walaupun perlu dicatat bahwa kami melihat rupiah akan terus melanjutkan kemampuannya bertahan (resilient) dibandingkan rata-rata mata uang asing Asia lainnya," ujar Gundy.
Gundy menuturkan, untuk sementara ini, pasar keuangan sendiri baru melakukan penetapan atau penyesuaian (pricing in) sebanyak dua kali kenaikan suku bunga The Fed.Menurut Gundy, penguatan dolar AS akan kembali menjadi tema yang dominan di sepanjang tahun ini.
Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah Januari 2017 yang lebih baik, menjadi kabar baik bagi mata uang rupiah. Kendati demikian, potensi dolar AS kembali bergerak menguat cukup terbuka, didorong oleh Presiden AS Donald Trump untuk menaikkan belanja infrastruktur.
Sementara, dirinya memproyeksikan nilai inflasi pada bulan Februari ini bisa mendekati 3,9%. Sedangkan inflasi inti berada di angka 3,3%.
"Inflasi Februari, kita punya forecast di 3,9%. Terus terang kalau kita melihat inflasi di Januari, yang cukup surprise adalah inflasi makanan itu sebenarnya turun. Turunnya cukup drastis ke 4%-an. Kalau Inflasi di sektor makanan itu sebenarnya bertahan di sekitar 7%, inflasi di bulan Januari itu sudah melewati 4%. Oleh karena itu kita melihat di bulan Februari itu bisa mendekati 3,9%. Inflasi inti di kisaran 3,3%" paparnya. (dna/dna)