. Mereka juga diduga melakukan penawaran investasi ilegal.
Kali ini Satgas Waspada Investasi menemukan penawaran produk atau kegiatan usaha dari 10 entitas investasi yang diduga melakukan kegiatan usaha tanpa izin pihak berwenang.
Dengan diumumkannya 10 entitas investasi ini, maka jumlah daftar buku hitam investasi ilegal hasil penelusuran dari Januari hingga September 2018 bertambah menjadi 108 entitas.
Selain itu Satgas Waspada Investasi juga menemukan usaha peer to peer (P2P) lending berbasis teknologi atau fintech bodong sebanyak 182 entitas. Mereka melakukan kegiatan usaha namun tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing mengatakan, 10 entitas tersebut diduga berpotensi merugikan masyarakat. Sebab mereka selaim tak berizin juga menawarkan investasi dengan tingkat keuntungan yang tidak masuk akal dan kegiatan usaha yang tidak sesuai.
"Seperti ini ada 5 perusahaan pialang berjangka yang menawarkan perdagangan, tapi ternyata produknya investasi," tuturnya di Gedung OJK, Jakarta.
Dalam daftar yang disampaikan itu juga ada PT Aurum Karya Indonesia yang bergerak dalam bidang penjualan emas dengan sistem digital. Entitas ini melancarkan aksinya melalui aplikasi perpesanan. Para pembelinya pun tidak mendapatkan emas asli.
"Jadi tidak ada emasnya, makanya ketika istri meminta beli emas, ditanya suami mana emasnya, dia bilng digital papih. Itu benar terjadi loh. Dia jual lewat WhatsApp," tambahnya.
Selain itu ada 2 perusahaan multi level marketing (MLM) yang tak berizin, tour and travel tak berizin serta entitas penipuan dengan modus undian berhadiah.
"Jadi sampai September sudah 108 entitas bodong yang kami temukan. Ini bukan prestasi tapi sebenarnya ini masalah. Kok bisa negara kita seperti ini banyak yang tergiur hal-hal seperti itu. Tapi kami begitu mereka masih tunas sudah kita injak," tegasnya.
Tongam mengimbau masyarakat lebih berhati-hati ketika mendapatkan tawaran investasi. Dia meminta agar maayarakat sebelum berinvestasi agar lebih dulu melakukan pengecekan izin dari entitasnya di OJK.
"Ada dua cara yakni legal dan logis. Tanya dulu izinnya, kemudian pikirkan secara logis apa iya ada investasi bunganya 10% sebulan," terang Tongam.
Berikut 10 entitas bodong yang terciduk Satgas Waspada Investasi:
- PT Investasi Asia Future. Pialang Berjangka tanpa izin
- PT Reksa Visitindo Indonesia. Pialang Berjangka tanpa izin
- PT Indotama Future. Pialang Berjangka tanpa izin
- PT Recycle Tronic. Pialang Berjangka tanpa izin
- MIA Fintech FX. Pialang Berjangka tanpa izin
- PT Berlian Internasional Teknologi. Penjualan produk secara multi level marketing (MLM) tanpa izin
- PT Dobel Network Internasional (Saverion). Penjualan produk secara multi level marketing (MLM) tanpa izin
- PT Aurum Karya Indonesia. Penjualan emas dengan sistem digital
- Zain Tour and Travel. Kegiatan Travel Umrah tanpa izin
- Undianwhatsapp2018.blogspot/PT.WhatsappIndonesia. Penipuan dengan modus undian berhadiah
Satgas Waspada Investasi kembali menemukan usaha peer to peer lending berbasis teknologi atau fintech bodong sebanyak 182 entitas. Mereka melakukan kegiatan usaha namun tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK.
Dengan tambahan 182 entitas itu, kini jumlah perusahaan fintech bodong yang terciduk Satgas Waspada Investasi sudah mencapai 407 entitas. Pada temuan sebelumnya Satgas menemukan 227 entitas peer to peer lending yang beroperasi tanpa izin OJK.
"Jadi sudah 407 entitas, sementara yang legal cuma 67 entitas, coba bayangin. Ini bukan prestasi, ini ada yang salah sebenarnya," kata kata Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing di Gedung OJK, Jakarta, Jumat (7/9/2018).
Untuk menindaklanjuti temuan itu, Satgas Waspada Investasi berkomunikaai dengan Kementeria Informasi dan Informatika serta Google untuk menghapus aplikasi fintech tersebut.
Perusahaan fintech yang terciduk itu juga diminta untuk segera menyelesaikan segala kewajiban kepada penggunanya. Mereka juga diminta untuk segera mengajukan pendaftaran ke OJK jika ingin tetap beroperasi.
Namun bagi perusahaan fintech yang terbukti melakukan pelanggaran seperti mengakses data ponsel penggunanya dan menyalahgunakannya tidak akan diberi kesempatan untuk melakukan pendaftaran.
"Itu kami kubur sampai kapanpun akan kami tolak. Jadi kami akan terus melakukan pengawasan, bagi yang melanggar sudah kami injak sejak masih menjadi tunas," tegasnya.
Satgas juga mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hati terhadap penawaran pendanaan berbasis elektronik ini. Informasi mengenai daftar entitas fintech peer to peer lending yang terdaftar atau memiliki izin dari OJK dapat diakses melalui www.ojk.go.id.
Ternyata kebanyakan dari usaha pinjam meminjam berbasis aplikasi yang ada di Indonesia berasal dari China. Mereka membawa uang investor dari China untuk dikembangkan di Indonesia.
"Memang masih banyak yang dari China. Tapi ada juga dari Thailand, Amerika Serikat, Malaysia, ada berbagai negara. Kelihatannya Indonesia jadi pasar yang empuk. Coba bayangkan 407 entitas ilegal," kata Tongam.
Di China sendiri memang dalam beberapa tahun terakhir perkembangan industri fintech P2P lending cukup pesat. Para investor juga tertarik menempatkan uangnya lantaran dijanjikan keuntungan hingga dua digit.
Namun belakangan industri fintech di China berantakan. Pemerintah China mulai tegas dengan industri tersebut. Alhasil banyak para investor yang kepusingan lantaran fintech yang dia investasikan ditutup.
Otoritas Indonesia pun mulai mewaspadai serbuan fintech China ini. Sebab dikhawatirkan selain menjadi sasaran baru, mereka menjadikan Indonesia sebagai pasar tempat untuk mencuci uang.
"Dana-dana China ini masuk ke kita ada apa. Tapi yang pasti pelaku ini sengaja untuk mengambil keuntungan yang besar di sini," ucapnya.
Para fintech ilegal hadir di Indonesia dengan gelagat yang terciri. Rata-rata mereka menawarkan kemudahan pinjaman dana. Bahkan dari mulai proses pendaftaran akun hingga pencairan dana hanya membutuhkan waktu 15 menit.
"Ketika ditanya targetnya siapa? dia bilang siapa saja bisa pinjam. Ini yang bahaya. Nanti penggunanya main pinjam aja untuk sekedar minum-minum, akhirnya gagal bayar," kata Direktur pengaturan perizinan dan pengawasan fintech OJK Hendrikus Passagi.
Bahkan OJK menemukan kasus salah satu nasabah melakukan pinjaman hingga ke 20 fintech sekaligus. Dia tak mampu bayar hingga akhirnya terpaksa melakukan gali lobang tutup lobang.
Fintech ilegal memang besikap manis didepan namun jahat dibelakang. Mereka menerapkan sistem bunga harian yang kemudian terakumulasikan.
"Bahkan karena dia pinjam dibanyak tempat dari awalnya hanya Rp 800 ribu ujungnya dia harus bayar Rp 8 juta," tambahnya.
Saat nasabahnya tak mampu bayar, fintech bodong juga melakukan hal yang tak terpuji. Mereka mengakses data ponsel nasabahnya, kemudian data itu disalahgunakan dengan menghubungi secara acak kontak di ponsel nasabahnya.
""Mereka akan tagih dengan cara mempermalukan. Ini tidak berprikemamusian, cara mengaih dengan menteror," tegasnya.