Pemerintah pun saat ini sudah menerbitkan beberapa kebijakan yang intinya menambal defisit anggaran BPJS Kesehatan.
Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004, diselenggarakan Sistem Jaminan Sosial Nasional, antara lain Jaminan Kesehatan. Di samping itu, Pemerintah Daerah juga menyelenggarakan Jamkesda yang sifatnya pendukung maupun penunjang SJSN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerhati Kebijakan Fiskal Yustinus Prastowo mengatakan Jamkesda dibiayai dengan APBD, yang salah satu sumber pendapatannya dari DBH CHT dan cukai rokok.
Menurut dia, sebagian daerah sudah mengintegrasikan Jamkesda ke BPJS Kesehatan. Daerah yang sudah mengintegrasikan Jamkesda-daerah tidak masuk dalam skema earmarking pada Perpres yang baru diteken Presiden Jokowi.
"Dengan demikian, pemerintah perlu menerbitkan sebuah Perpres yang dapat mengalokasikan sejumlah bagian tertentu untuk membiayai defisit BPJS Kesehatan yang sesuai dengan prinsip earmarking dalam UU Cukai dan UU PDRD, dan merupakan bauran kebijakan Pusat dan Daerah untuk memastikan bahwa seluruh warga masyarakat terjamin kesehatannya. Idealnya memang, alokasi preventif diutamakan," kata Prastowo dalan keterangannya Jakarta, Jumat (21/9/2018).
Penerbitan Perpres terkait pemanfaatan pajak rokok sebagai penambal defisit BPJS Kesehatan hanya berlaku jangka pendek. Begitu juga PMK yang menyebutkan bahwa pemerintah akan menyuntikkan modal.
"Ke depan, perlu dilakukan formulasi pembiayaan yang sustainable baik melalui iuran wajib maupun alokasi lain dari sumber-sumber yang bersifat earmark dengan tetap memperhatikan fairness dan keadilan," jelas dia.
Butuhnya sebuah aturan baru ini, kata Prastowo juga karena bergantung hanya pada penerimaan rokok dalam hal ini cukai dan pajak tidak adil karena prevalensi penyakit berbahaya juga disebabkan barang konsumsi lain yang menyebabkan penyakit seperti jantung atau diabetes.
"Karenanya ekstensifikasi objek cukai menjadi kebutuhan yang amat mendesak, sebagai upaya perluasan sumber pembiayaan. Bahkan kini muncul istilah bahwa gula (pemanis) adalah new tobacco," jelas dia.
Di samping itu, lanjut Prastowo menyelesaikan defisit dari iuran mandiri warga negara sesuai prinsip gotong royong dapat mencontoh kebijakan dan sistem perpajakan, termasuk disinergikan dengan administrasi perpajakan.
"Khususnya melalui konsep Single Identification Number, agar dapat secara efektif menyasar mereka yang mampu tapi tidak mau bayar," tutup dia.
Saksikan juga video 'Dituding Nunggak Pembayaran ke RS, Ini Jawaban BPJS':
(hek/ara)