Buka-bukaan Sri Mulyani soal 'Nada Sumbang' IMF-WB Bali

Wawancara Menteri Keuangan

Buka-bukaan Sri Mulyani soal 'Nada Sumbang' IMF-WB Bali

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 10 Okt 2018 08:05 WIB
3.

IMF Revisi Target Ekonomi Dunia 3,7%

Buka-bukaan Sri Mulyani soal Nada Sumbang IMF-WB Bali
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Foto: Hendra Kusuma/detikFinance

Proyeksi global turun, dampak ke Indonesia apa?
Dunia masuk 2018, risiko global makin lama makin besar, atau disebut downrisk-nya, ini lah yang menyebabkan kita perlu waspada dan ternyata IMF setelah 1 semester mereka merevisi di 2018, risiko ke bawah risiko itu terjadi.

Tadinya mereka bilang ada downside risk, risiko ke bawah dan sekarang terjadi dengan 3,9% menjadi 3,7%. Untuk emerging market akan mengalami pengaruh revisi ke bawah, entah melalui perdagangan internasional atau interest rate makin mahal atau capital flow dihadapi, pasti terpengaruh dan Indonesia tidak terkecuali

Pengaruh untuk Indonesia lebih kepada apanya?
Untuk Indonesia, pengaruh terlihat dengan interest rate meningkat dan respons BI menaikkan suku bunga, berhubungan kurs dan suku bunga internasional, maka biaya dari uang itu menjadi mahal, capital itu menjadi lebih mahal tidak semurah dan semudah sebelumnya.

Itu yang terkena pertama adalah investasi, karena investasi adalah biasanya pinjam uang untuk invest, kalau sekarang pinjamnya mahal dan investasi tidak menguntungkan lebih, maka nggak jadi minjem, maka investasi berkurang. Itu kita harus hati-hati karena investasi sebenarnya baru recover, tadinya pertumbuhan hanya 4-5%, sekarang sudah mulai 7-7,5%, kalau interest rate naikknya sangat cepat, bisa saja investasi tidak bisa naik terus dan tertahan.

Kedua, tentu saja impor, dengan kurs mahal dan interest ratenya tinggi dan investasi tertahan, maka impor menurun, tapi sebetulnya impor menurun dalam rangka menurunkan CAD itu bagus, tapi impor menurun sebagai tanda pertumbuhan melemah itu harus kita waspadai, ini ada beda fenomenanya.

Kita berharap ekspor menjadi lebih memiliki insentif. Jadi kalau ekspor bisa maju lebih cepat, bereaksi terhadap lingkungan dan kesempatan yang ada sekarang, ekspornya bisa naik, walaupun investasi tertahan, growth kita masih bisa naik. Tapi ekspor kalau nggak secepat kenaikan yang diharapkan maka bisa terjadi growth menjadi lebih lemah, IMF sudah menurunkan 5,1%, saya rasa itu masih dalam range seperti biasa waktu kita membahas dengan DPR, waktu itu, rangenya 5,17% sampai 5,3%, Jadi masih dalam range.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tahun depan akan terjadi risiko seperti apa?
Kalau dilihat dari arah policy, kita lihat 2-3 hari kan kita ada pertemuan G20, IMFC, kita akan dengar secara langsung Powell (Gubernur The Fed) akan bicara, kita akan dengar Gubernur Sentral Eropa akan bicara, Mario Draghi, dan kita bicara dengan menteri keuangan dari negara-negara lain.

Mereka akan bicara, termasuk Tiongkok yang menurunkan reserve requirement-nya, berarti pengaruhnya kepada ekonomi tahun depan, akan seperti apa, kami masih menganggap, risiko yang berasal dari FED masih sangat ada, karena mereka menyampaikan akan tetap menaikkan suku bunga tahun depan.

Risiko dari trade war masih sangat real, bahkan mungkin ada eskalasi karena semakin politis, berarti ini akan menciptakan ketidakpastian terhadap ekspor, risiko terhadap kebijakan-kebijakan yangg sifatnya geopolitical yangg menimbulkan pengaruh ke komoditas, seperti Iran yang menaikkan harga minyak juga sangat ada. Jadi kita lihat untuk Indonesia, hal-hal yang diwaspadai, interest rate akan tetap naik dari sisi AS, perdagangan dunia masih sangat tidak pasti, berarti ekspor kita menjadi sesuatu yang harus kita perhatikan, meski kita terus memicu ekspor.

Ketiga, kita lihat geopolitik yang menyebabkan beberapa harga komoditas naik harganya, ini menuimbulkan risiko tahun depan, jadi tahun depan kita tetap 5,3%, tapi risiko terhadap tingkat pertumbuhan 5,3% itu makin meningkat, dan kita harus waspada terhadap itu.

Kalau risiko dari dalam negeri untuk 2019 bagaimana? Seperti fundamental dan politik mempengaruhi tidak?
Pasti kalau lihat dari sisi komposisi perekonomian kita, kalau kita tetap bisa menjaga inflasi cukup stabil, dan kepercayaan, maka kita tetap berharap, konsumsi tumbuh 5%, kalau kita lihat investasi, mungkin akan mengalami atau tertahan dengan inetrest rate yang naik, kita tetep berharap pertumbuhan 7-7,5% dalam hal ini.

Kalau belanja pemerintah dalam hal ini, walau defisit tahun depan bisa lebih rendah 1,8% dibandingkan 2,12%, saya rasa efek stimulusnya tetap positif, ada beberapa hal seperti Asian Games, Asian Para Games, IMF-WB, semuanya memberikan stimulus boosting. Tahun depan, itu pemilu di April, legislatif dan ekskutif, dua-duanya bisa menciptakan hal yang sifatnya positif, berdasarkan historis belanja meningkat.

Saya berharap tahun depan bisa jaga pertumbuhan ekonomi 5,3% meski tekanan ke bawah cukup real atau mungkin semester 1 akan lebih bumpy (bergejolak), tidak pasti karena adanya spill over dari kenaikan suku bunga AS, namun kuartal 2 atau semester 2 jauh lebih stabil.

(hek/ang)
Hide Ads