"Kebanyakan fintech itu menyamarkan alamatnya, diisi pakai virtual office. Memang paling banyak dari China, tapi ada juga orang Indonesia, jadi lintas negara ada Malaysia sampai Thailand juga," kata Tongam dalam konferensi pers di Gedung OJK, Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Baca juga: Cara OJK Tindak Tegas Fintech yang Nakal |
Dia menjelaskan saat ini Satgas Waspada Investasi dan OJK masih menemukan aplikasi fintech ilegal di toko aplikasi. Oleh karena itu Satgas Waspada Investasi berkoordinasi untuk menghentikan fintech abal-abal ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengaduan itu kan karena banyaknya intimidasi, teror kepada peminjam. Kami minta ke masyarakat yang mendapatkan perlakuan itu agar melapor ke polisi karena itu tindak pidana," imbuh Tongam.
Tongam menjelaskan berdasarkan penelusuran OJK pengaduan masyarakat terkait peer to peer lending juga terjadi karena nasabah tidak mengembalikan atau membayar cicilan secara tepat waktu sehingga perhitungan denda yang berbunga. Kemudian perlindungan data nasabah juga bermasalah.
Saat ini OJK juga gencar mengumumkan ke masyarakat nama-nama P2P ilegal, memutus akses keuangan P2P ilegal pada perbankan dan fintech payment system bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI). Kemudian mengajukan blokir laman dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Kominfo, lalu menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum.
Tonton juga 'LBH Desak OJK Turun Tangan':
(kil/ara)