-
Awal 2019, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate pada level 6%.
Lending facility tetap 6,75% dan suku bunga deposit facility tetap 5,25%.
Kira-kira apa ya penyebab BI menahan bunga acuan lagi? Berikut berita selengkapnya:
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan keputusan tersebut konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik.
"Bank Indonesia juga terus menempuh strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar rupiah maupun pasar valas sehingga dapat mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan," kata Perry dalam konferensi pers, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Dia menyebut, ke depan, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan dan memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga turun menuju kisaran 2,5% PDB pada 2019.
Perry menjelaskan pertumbuhan ekonomi dunia melandai, namun ketidakpastian pasar keuangan sedikit mereda. Di negara maju, pertumbuhan ekonomi AS 2019 diprakirakan melambat akibat pasar tenaga kerja yang semakin ketat dan dukungan fiskal yang terbatas.
"Stance kebijakan moneter The Fed AS lebih dovish dan diprakirakan menurunkan kecepatan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR)," ujar Perry.
Pertumbuhan ekonomi Eropa diprakirakan juga melambat pada 2019 sehingga dapat pula memengaruhi kecepatan normalisasi kebijakan moneter bank sentral Eropa (ECB). Di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Tiongkok terus melambat dipengaruhi oleh melemahnya konsumsi dan ekspor neto antara lain akibat ketegangan hubungan dagang dengan AS dan dampak proses deleveraging yang masih berlanjut.
Sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi dunia itu, harga komoditas global diprakirakan menurun, termasuk harga minyak dunia akibat peningkatan pasokan dari AS. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan sedikit mereda dan mendorong aliran modal ke negara berkembang sejalan dengan lebih rendahnya prakiraan kecepatan kenaikan FFR dan berkurangnya eskalasi ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan arah kebijakan suku bunga sudah disesuaikan dengan kondisi perekonomian dan stabilitas sistem keuangan nasional.
"Mengenai arah kebijakan suku bunga, sebagaimana disampaikan sudah hampir mencapai puncaknya. Seperti itu dan konsisten untuk menurunkan current account deficit (CAD) dan menjaga daya tarik atau imbal hasil aset keuangan di dalam negeri," kata Perry dalam konferensi pers di Gedung BI, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Dia menyampaikan, BI tetap melakukan penilaian setiap bulan terkait perkembangan ekonomi untuk menentukan kebijakan. Misalnya seperti angka inflasi, langkah penurunan CAD hingga kebijakan apa saja yang akan dilakukan ke depannya.
"Kita juga tetap preemtive dan forward looking. Kan sebelumnya disampaikan, BI sudah mengukur jika The Fed akan menaikkan bunga sebanyak tiga kali. Nah ini jadi indikator kita untuk menentukan arah suku bunga ke depan," imbuh dia.
Perry mengungkapkan BI juga berupaya untuk menekan CAD hingga berada di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB). Memang ada angka sementara jika CAD kuartal IV ada kemungkinan tembus US$ 8,8 miliar.
Dia menyebut surplus neraca modal jauh lebih besar dari yang kami perkirakan. Ini tercermin dari angka cadangan devisa periode Desember 2018 yang mencapai US$ 120,7 miliar.
Menurut Perry kenaikan cadangan devisa ini tercermin dari neraca modal yang membaik dan transaksi berjalan.
"Kami melihat kemungkinan kuartal I CAD bisa lebih rendah ya, tidak hanya sesuai pola musiman, tapi juga karena ada kecenderungan impor yang menurun," jelas dia.
Menurut Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Darmin Nasution, kebijakan yang diambil BI sudah tepat.
Itu karena menurut dia, kebijakan suku bunga di Amerika Serikat (AS) kelihatan tidak bergerak ke level yang membuat BI harus menaikkan suku bunga.
"Ya orang Amerika juga nggak bergerak, kenapa jadi pusing, iya lah," katanya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (17/1/2019).
Di samping itu tidak ada kendala terkait aliran modal (capital inflow) yang masuk ke dalam negeri. Artinya BI tak perlu memancing capital inflow lewat kenaikan suku bunga.
"Capital inflow kan jalan, dan itu gampang indikatornya, kalau kalian nggak bisa lihat angkanya seperti apa paling nggak kursnya itu tidak melemah arahnya," jelasn Darmin.
Intinya, situasi saat ini sudah jauh lebih tenang sehingga BI bisa ambil kebijakan tersebut.
"Situasinya itu sudah jauh lebih tenang sehingga kita sudah mulai bisa menyusun kebijakan kebijakan yang perlu dilakukan," tambahnya.