Jaga Defisit, BI Pilih Tahan Bunga Acuan di 6%

Jaga Defisit, BI Pilih Tahan Bunga Acuan di 6%

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 18 Jan 2019 09:58 WIB
Jaga Defisit, BI Pilih Tahan Bunga Acuan di 6%
Foto: Agung Pambudhy
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan keputusan tersebut konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas yang aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik.

"Bank Indonesia juga terus menempuh strategi operasi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas baik di pasar rupiah maupun pasar valas sehingga dapat mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan," kata Perry dalam konferensi pers, di Gedung BI, Jakarta, Kamis (17/1/2019).

Dia menyebut, ke depan, Bank Indonesia akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan dan memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga turun menuju kisaran 2,5% PDB pada 2019.

Perry menjelaskan pertumbuhan ekonomi dunia melandai, namun ketidakpastian pasar keuangan sedikit mereda. Di negara maju, pertumbuhan ekonomi AS 2019 diprakirakan melambat akibat pasar tenaga kerja yang semakin ketat dan dukungan fiskal yang terbatas.

"Stance kebijakan moneter The Fed AS lebih dovish dan diprakirakan menurunkan kecepatan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR)," ujar Perry.

Pertumbuhan ekonomi Eropa diprakirakan juga melambat pada 2019 sehingga dapat pula memengaruhi kecepatan normalisasi kebijakan moneter bank sentral Eropa (ECB). Di negara berkembang, pertumbuhan ekonomi Tiongkok terus melambat dipengaruhi oleh melemahnya konsumsi dan ekspor neto antara lain akibat ketegangan hubungan dagang dengan AS dan dampak proses deleveraging yang masih berlanjut.

Sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi dunia itu, harga komoditas global diprakirakan menurun, termasuk harga minyak dunia akibat peningkatan pasokan dari AS. Sementara itu, ketidakpastian pasar keuangan sedikit mereda dan mendorong aliran modal ke negara berkembang sejalan dengan lebih rendahnya prakiraan kecepatan kenaikan FFR dan berkurangnya eskalasi ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok.

Hide Ads