Dari pusat kabupaten Halmahera Selatan saja di Bacan ke Ternate, penukar uang harus menempuh waktu sehari semalam dengan kapal laut atau dengan penerbangan pagi yang cuma ada sekali dalam sehari.
Padahal menurut pimpinan kantor cabang pembantu BRI Labuha Halmahera Selatan, Erys P Saragih, Halmahera Selatan harus punya money changer. Alasan utamanya tak lain karena ada ribuan pekerja asing di Halmahera Selatan yang bekerja di lahan pertambangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erys juga menyamakan Halmahera Selatan seperti Papua, tempatnya berdinas dahulu. Halmahera Selatan dianggap mempunyai potensi perbankan yang besar sehingga perlu dukungan berbagai pihak.
"Harita ada 1.250 pekerja tetap dan pekerja lainnya 5.000. Dia juga akan buka tugu 750 orang satu tugu. Di sebelahnya Haul Sagu yang akan diresmikan Juni. Bisnis di sini sangat luar biasa," tandas dia.
Oleh karena itu, sedapat mungkin dia ingin para pegawai pertambangan itu memanfaatkan layanan perbankan cukup di Halmahera Selatan saja, tidak melulu ke Ternate, sehingga perputaran uang bisa tinggi di sini yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
"Kita sudah kerja sama dengan keduanya yang kredit pegawainya sudah 5.000 orang. Di sini ada tambang nikel, kelapa sawit, mutiara," sambung dia.
Harita Group melalui anak perusahaannya, PT Megah Surya Pertiwi (PT.MSP) juga tengah membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) nikel di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara, dengan nilai investasi sekitar US$ 320 juta atau Rp 4,16 triliun (kurs Rp 13.000).
Pembangunan smelter ini, Harita menggandeng Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China, Xinxing Ductile Iron Pipes Co. Ltd, melalui anak usahanya XinXing Qiyun Investment Pte Ltd dan Corsa Investments Pte. Ltd. Harita sendiri diwakili oleh PT Harita Jayaraya yang merupakan induk perusahaan Harita di Indonesia.
Baca berita lainnya mengenai Teras BRI Kapal Bahtera Seva di Ekspedisi Bahtera Seva.
Tonton juga video Mereka Terombang-ambing di Laut demi Masyarakat Kepulauan:
(prf/hns)